Minggu, 24 Februari 2013

Gita, Penyanyi Remaja

Kala itu matahari sudah hampir terbenam, di balik garasi itu terlihat langit sudah memerah dan perlahan-lahan menghitam. Sebuah kendaraan kijang berjalan menuju garasi kecil yang seluruh dindingnya terbuat dari besi itu. Kijang itu tertutup debu tebal, membuat warna asli kendaraan itu sulit dikenali begitu juga dengan nomor polisinya. Dan di sisi mobil itu sudah tidak ada lagi jendela, yang ada hanya sepasang ventilasi di pintu belakang yang ditutupi oleh kawat nyamuk. Dan dua jendela di depan dilapisi kaca film yang gelap sekali hingga sulit melihat bagian dalam kendaraan itu.



Di dalam kijang itu, kursi yang ada hanya tinggal kursi supir dan penunpang di kirinya, kursi di bagian belakang telah dihilangkan untuk memberikan ruang yang lebih luas. Dua orang duduk di kursi depan, dan dua lagi seorang ayah dan anaknya yang berumur enam belas tahun, duduk di lantai mobil menjaga apa yang baru saja mereka dapatkan dari kota.

Roy menjalankan mobil itu masuk ke dalam garasi dan menghentikannya di tengah garasi itu. Ia dan Toni segera keluar dari kabin depan dan melemaskan otot-otot mereka. Mereka seperti telah mengemudi selama berjam-jam, tapi ketika Toni melihat jam tangannya ternyata mereka baru 50 menit meninggalkan kota.

Mereka berjalan ke belakang kijang itu dan membuka pintu belakangnya. Johan dan anaknya Dani keluar sembari melemaskan tubuh mereka. Kemudian mereka menurunkan gulungan karpet kotor yang berwarna kuning dan menghamparkannya ke atas lantai garasi itu. Setelah itu mereka membopong seorang gadis berusia 16 tahun yang tak sadarkan diri dan membaringkannya di atas karpet tadi. Kedua tangan gadis itu terikat ke belakang dan mulutnya disumpal dan diikat oleh sebuah saputangan. Roy perlahan menepuk-nepuk pipi gadis itu, berusaha membuatnya sadarkan diri lagi.

Gadis itu membuka matanya, tidak menyadari sekelilingnya yang gelap, sampai sebuah cahaya menyilaukan menyala tepat di atasnya. Ia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang baru saja menyala itu. Ia berusaha menggerakkan tangannya tapi tak berhasil. Kemudian ia mendengar suara pria berkata ,”Nah, dia udah sadar tuh!” tapi gadis itu tidak bisa mengenali siapa yang mengucapkannya.

Lampu tadi yang sempat menyilaukan gadis itu ternyata hanya sebuah lampu kecil yang membuat ruangan itu bercahaya suram, membuat bayangan-bayangan tubuh di dinding garasi itu. Gadis itu mengedipkan matanya hingga penglihatannya kembali jelas. Kemudian ia melihat empat sosok pria mengelilinginya. Tiga diantara orang itu berumur sekitar 35-40 tahun, dan yang satu lagi remaja yang sebaya dengan dirinya. Gadis itu memperhatikan satu persatu wajah orang itu, dan rasa panik mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Salah satu dari orang itu berlutut di sebelahnya. Tubuhnya besar dan kekar, melihat bentuk tubuhnya orang bisa menebak bahwa ia adalah orang yang kuat dan kasar. Orang itu menatap tubuh gadis itu dan kemudian ia seperti termangu melamun. Wajah orang itu tampak kejam dan tak berperasaan, ia memakai kemeja dan ikat pinggangnya tampak memantulkan sinar ke mata gadis itu, dan sebuah benjolan terlihat dibalik celana jeans yang dipakainya, tangan orang itu mulai mengusapi benjolan yang ada di bawah ikat pinggangnya.

Orang di sebelahnya juga memakai kemeja dan jeans, tapi tubuhnya terlihat lebih pendek dan wajahnya bercukur bersih. Salah satu tangan orang itu menggantung di ikat pinggangnya sementara yang lainnya dibiarkan di sisi tubuhnya. Orang itu menjilati bibirnya ketika matanya menatap tubuh gadis itu dari kepala hingga kakinya, membuat gadis itu dapat merasakan pancaran nafsu yang terlihat di mata orang. Gadis itu semakin ketakutan ketika orang itu mengulurkan tangannya dan meremas buah dadanya.

Remaja yang ada disamping kanan gadis itu memandang laki-laki yang ada di sebelahnya.

“Boleh Pih?” tanyanya.

“Boleh dong.” Jawab laki-laki itu, sambil membimbing tangan remaja itu menuju buah dada gadis itu,

“Kita kan mau seneng-seneng malem ini.” Remaja itu meremas dan menarik buah dada gadis itu, menyakitinya, sembari mendesah senang, sementara tangannya merabai bagian bawah tubuhnya sendiri. Ayahnya juga melakukan hal yang sama sembari melepaskan beberapa kancing kemejanya membuat gadis itu dapat melihat dada orang itu yang berbulu.

Tiba-tiba gadis itu dapat mengingat kembali apa yang telah dialaminya. Ia sedang berjalan menuju kamar hotelnya setelah makan siang di restoran hotel, sebuah cottage di hotel bintang lima. Ia berada di kota itu untuk mempromosikan albumnya bersama produser dan managernya. Ia bisa mengingat sebuah mobil kijang menyusulnya dan berhenti tepat di depannya, ia ingat bagaimana pintu belakang mobil itu terbuka dan dua pasang tangan menarik tubuhnya masuk, ia ingat betapa sakitnya ketika tangannya ditekuk ke belakang dan sebuah tangan membekap mulutnya ketika ia mulai menjerit minta tolong, ia bisa mengingat bagaimana mereka memukulinya ketika ia meronta-ronta. Ia teringat ketika mereka dengan kasar melepaskan t-shirt dan jeans yang ia pakai dan kemudian melepaskan BH dan celana dalamnya yang kemudian digunakan untuk menyumpal mulutnya. Ia ingat ketika orang yang bertubuh besar tadi mengikat tangannya ke belakang dengan t-shirtnya yang dirobek-robek. Ia ingat ketika itu ia mendengar sang ayah menyebut dirinya “hadiah ulang taun anak gue yang ke enam belas.” Dan yang terakhir ia ingat adalah wajahnya dihantamkan ke dinding mobil, membuatnya tidak sadarkan diri.

Sekarang mereka berbicara mengenai dirinya, berdebat mengenai siapa yang dapat giliran pertama dan apakah mereka harus melepaskan ikatannya atau tidak. Penis Toni sudah kesakitan saking tegangnya, tapi ia belum mau mengeluarkannya. Ia ingin menikmati setiap menit dari malam ini, mereka hanya melakukan ini satu tahun sekali. Ia ingin agar penyanyi yang cantik ini mengingat dirinya, selamanya. Toni kemudian berdiri dengan tubuh gadis di antara kedua kakinya kemudian ia menarik rambut gadis itu hingga ia bangun dan duduk di hadapannya, orang yang lain mulai bersorak dan bersuit. Toni memajukan pinggulnya ke arah wajah gadis itu, tepat di depan mata yang bersinar ketakutan.

“Lo mau ini, gadis manis?” tanyanya sinis, memajukan pinggulnya hingga benjolan di bawah ikat pinggangya bersentuhan dengan hidung gadis itu. Gadis itu mengeluarkan suara erangan yang menyedihkan, kemudian memalingkan wajahnya. Toni langsung marah dan meraih kepala gadis itu dengan kedua tanganya untuk kemudian dibenamkan ke bagian bawah tubuhnya itu.

“Gue nggak peduli lo mau apa nggak!” bentaknya pada gadis itu,
”Tapi lo tetep musti ngerasain semuanya, tapi yang jelas bakalan sakit!”

Gadis itu memejamkan matanya dan menahan nafasnya ketika kepalanya dipegangi dan dibenamkan ke tubuh orang itu. Toni kemudian mendorong kepala gadis itu hingga membentur lantai, kemudian menariknya kembali ke arah pinggulnya.

“Buka mulut lo brengsek! Lo musti liat barang gue!”

Gadis itu membuka matanya dan gemetar sakit dan ketakutan. Toni kemudian melepaskan pegangannya dan dengan kasar melepaskan kain yang menyumpal di mulut gadis itu dan membuangnya ke lantai. Roy memungutnya dan mengusapkannya ke bagian tubuhnya yang sudah menegang juga. Sementara itu gadis itu berbaring megap-megap menghirup udara, mulut dan tenggorokannya terlalu kering untuk bisa bersuara. Toni merogoh saku jeansnya dan mengeluarkan pisau lipat. Ia membuka pisau itu dan menempelkannya ke leher gadis itu. Pancaran rasa takut di mata gadis itu membuat penis Toni makin sakit karena terlalu tegang. Tiba-tiba Toni membalikan tubuh gadis itu dan memotong ikatan tangannya. Tangan gadis itu terbebas dan tubuhnya kembali dibalik dan ditarik hingga terduduk lagi.

Kendati tenggorokannya kering gadis itu berhasil membuat suara yang terdengar lirih dan kering.

“Kenapa?” tanya gadis itu hampir tak terdengar.

Semuanya tertawa.

“Karena lo ada di tempat yang salah, di waktu yang salah, Gita sayang. Tadinya gue mau nyewa WTS di hotel itu buat ngerayain ulang taun anak gue yang ke enam belas. Tapi pas kita mau nyewa cottage, eh pas lo lewat di depan kita. Kebetulan anak gue seneng banget kalo liat video klip lo di TV. Abis lo seksi banget sih, mana dada lo bunder banget lagi. Anak gue nge-fans banget sama lo, dia biasa onani sambil liat video klip lo! Jadi apa salahnya kalo kita pake lo buat ngerayain ultah anak gue.” Kata Johan menyeringai.

“Kan biasa aja. Lo biasa diundang buat nyanyi, sekarang lo nggak usah nyanyi lo tinggal ngelayanin kita semua pake badan lo aja. Yang jelas ultah anak gue emang paling spesial taun ini, soalnya lo, Gita, penyanyi yang terkenal mau jadi bagian. Betul nggak?!”

Ketiga orang yang lain hanya menyeringai mendengar perkataan Johan. Toni kembali mendorong kepala Gita hingga terbenam ke pinggulnya, sekarang keras sekali hingga ikat pinggang Toni membekas di dahi Gita. Setiap bagian dari tubuh Gita yang telanjang bulat gemetar. Walaupun ia masih perawan dan selama ini belum pernah melihat penis, selain cerita dari teman-temannya, ia menyadari bahwa benjolan yang dirasakannya sekarang adalah penis yang telah menegang dan siap digunakan.

Terima kasih ya Gita sayang. Pelayanan lo bener-bener bikin gue bahagia, Ini ulang tahun yang bakal gue inget selama hidup gue,” kata Dan sambil mengusap pipi Gita dan mencium bibir Gita.

Gita hanya memandang Dani, kemudian Johan sebelum akhirnya tubuhnya ditarik oleh Roy dan Toni keluar dari mobil. Tubuh Gita terhempas ke pinggir jalan yang berumput.

Gita masih bisa melihat lampu belakang mobil itu bergerak menjauh, ia masih sempat melihat langit yang berbintang sebelum ia menutup matanya tak sadarkan diri.

==oo0oo==

0 komentar "Gita, Penyanyi Remaja", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar