Tampilkan postingan dengan label femdom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label femdom. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Maret 2013

Di Umur 22

Namaku Annisa, hari ini aku bete banget. Bagaimana tidak, di Ulang Tahun yang ke 22, ini tanpa teman tanpa pacar. Anak-anak kost lagi pulang kampung. Sebenarnya banyak cowok yang mendekati tapi aku masih enggan untuk menerima mereka.

Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Dengan enggan aku buka, ternyata Astrid dan Ririn datang mau meminjam catatan. Menurut kabar yang beredar di kampus mereka itu pasangan lesbian.


"Eh, kalau tidak salah kamu hari ini ultah kan.. selamat ya!", kata Ririn.

"Makasih Rin", jawabku malas.

"Kok cemberut sih, harusnya kan hepi" Tanya Astrid.

"Terus yayangmu mana nih?".

Akhirnya aku ceritakan semua yang membuat hatiku sedih.

“Kasihan........ eh bagaimana kalo kamu ikut ke rumahku, kita bisa senang-senang di sana, benar nggak Rin?", ajak Astrid.

Tanpa pikir panjang aku ikut mereka. Baru kali ini aku ke rumah Astrid. Ternyata di rumah yang cukup mewah ini, Astrid tinggal berdua dengan Ririn. Orang tuanya berada di luar negeri. Kami lalu ngobrol dan saling becanda. Mereka ternyata asik buat becanda bahkan lebih gila. Astrid kemudian mengajak main kartu dengan hukuman bagi yang kalah melepas seluruh pakaian satu persatu dan harus menuruti apa yang diminta pemenang. Di akhir permainan, Astridlah pemenangnya, ia masih mengenakan BH dan celana dalam sedang aku hanya tinggal celana dalam, bahkan Ririn sudah telanjang. Mula-mula aku malu, tapi mereka tenang-tenang saja. Diam-diam aku tertarik juga melihat tubuh mereka yang indah, walau tubuhkupun sebenarnya tidak kalah seksi.

"Nah aku yang menang, sekarang kalian harus siap dihukum. Rin, ambil peralatannya!", kata Asrid.
Ririn lalu mengambil sebuah tas dan beberapa gulung tali dari dalam lemari.

"Untuk apa tali itu?", tanyaku bingung.

"Kita yang kalah akan diikat, kamu pernah belum Nis ?" kata Ririn.

Aku mengangkat bahu dan menggeleng.

"Kalau gitu ini akan jadi pengalaman pertamamu yang mengasikkan", lanjut Ririn.

"Sekarang bantu aku mengikat Ririn dulu", kata Astrid.

Kami lalu mengikat Ririn pada sebuah kursi. Astrid mengikat kedua tangan kebelakang juga mengikat tubuh Ririn ke sandaran kursi. Sedang aku mengikat kakinya pada masing-masing kaki kursi secara terpisah. Setelah itu Astrid membuka tas dan mengambil sebuah alat berbentuk bola kecil.

"Apa itu Trid?", tanyaku.

"Ini namanya ballgag Annisa, gunanya untuk membungkam mulut", jelas Astrid.

"Coba kamu pasangkan ke mulut Ririn".

"Ya, ayo bungkam mulutku, tak usah ragu Nis, yang erat sekalian", sahut Ririn ketika melihatku ragu.
Aku lalu memasangkan ke mulutnya dan mengekangnya dengan erat, hingga aku yakin Ririn tak dapat mengeluarkan suara lagi. Dalam keadaan telanjang dan terikat tak berdaya seperti itu, aku lihat Ririn tenang-tenang saja bahkan terlihat sangat menikmatinya.

"Sekarang giliranmu Nis, mau pakai borgol atau tali?" Tanya Astrid.

" Terserah kamu, aku menurut saja." ujarku pasrah dan bingung

Asrid mengambil beberapa gulung tali lagi lalu menyuruhku telungkup di kasur. Kemudian ia mengikat kedua tanganku ke belakang, lutut dan pergelangan kakiku juga diikat. Tidak juga itu, tanganku diikatkan lagi dengan kakiku hingga tertarik hampir menyentuh pergelangan kaki. Kata Astrid itu namanya hogtied.

"Gimana, sakit tidak?" tanyanya.

Aku menggeleng walau sebenarnya sedikit sakit karena ikatan yang sangat erat. Tidak tahu mengapa aku merasakan sesuatu yang aneh dan menyenangkan dalam keadaan tak berdaya begini.

"Aku sumbat mulutmu ya." Kata Astrid sambil mengambil sebuah bandana.

Akupun diam saja ketika ia membungkam mulutku dengan bandana tersebut.

Selesai mengikatku, Astrid kembali ke Ririn, lalu ia menciumi tubuh Ririn, menjilati kemaluannya dan meremas-remas payudaranya yang montok.

Ririn terlihat sangat terangsang dan menikmati permainan itu. Melihat mereka, tidak tahu mengapa aku ikut terangsang juga dan ingin diperlakukan sama seperti itu. Tubuhku menegang menahan gairah. Astrid yang mengetahui hal itu lalu menghampiriku sambil membawa alat suntik.

"Kamu tenang dulu, nanti ada permainan sendiri buatmu yang lebih mengasyikkan. mungkin sebaiknya kamu istirahat, simpan tenaga buat nanti."

Astrid menyuntikku dengan bius, aku sebenarnya tidak setuju tapi tidak berdaya menolaknya sehingga akhirnya aku tak sadarkan diri....

Ketika terbangun aku terkejut melihat ruang dipenuhi lilin. Juga tidak ada Ririn maupun Astrid. Sedangkan aku kini tidak terikat hogtied lagi tapi dalam posisi berdiri agak berganyung. Kedua tanganku terikat erat ke belakang, kedua kakiku diikat pada ujung-ujung sebuah tongkat besi hingga mengangkang posisinya. Lebih terkejut lagi ketika aku memperhatikan pakaianku yang aneh. BH yang kupakai pada bagian payudara berlubang hingga payudaraku kencang menyembul keluar juga celana dalamnya pada bagian kemaluan berlubang. Sedang tanganku memakai sarung tangan panjang kakiku telah memakai stocking. Semua pakaian terbuat dari kulit berwarna hitam. Karena bingung aku lalu mencoba memanggil Astrid dan Ririn.

“eemmmppphhhh........!!”

Aku ingin berbicara tapi suaraku tidak bisa keluar terhalang bola di mulut. Ternyata mulutku telah di bungkam dengan ballgag yang tadi digunakan untuk membungkam Ririn. Aku panik dan berusaha melepaskan diri tapi sia-sia, ikatannya terlalu erat tidak mungkin untuk membebaskan diri. Akhirnya pintu kamar terbuka. Astrid masuk.

"Wah.. sudah bangun, lapar ya?", katanya sambil membawa makanan.

"Mmpphhhh.. mmpphhhh.." jawabku sambil mengangguk.

Astrid lalu melepaskan ballgag yang membungkam mulutku.

"Kamu mau apa lagi Trid ? Tolong lepaskan aku dong..." pintaku pada Astrid.

"Belum waktunya Annisa, aku belum bermain-main sama kamu. Sekarang kamu makan dulu!".

Astrid lalu menyuapi makanan hingga aku kenyang. Setelah itu dia mengambil ballgag dan berniat untuk memasangkan lagi di mulutku.

"Tidak...... Astrid!! aku nggak mau memakai itu,.. tol.. mmpphh.. mmpphhh..".

Astrid tidak peduli dengan penolakanku dan tanpa kesulitan berarti dia berhasil kembali membungkam mulutku.

"Ririn akan aku bawa kesini, sementara itu kamu lihat film dulu. Ok!".

Sambil berkata, dia memutar sebuah film yang berisi adegan wanita-wanita yang diikat dan disiksa. Kali ini aku benar-benar takut membayangkan rasa sakit ketika disiksa seperti itu, ketika film itu habis....

Pintu kamar terbuka dan Astrid kembali masuk, kali ini bersama Ririn. Dengan pakaian hitam ketat, Astrid kelihatan sangat cantik, sedang Ririn telanjang hanya mengenakan sarung tangan, stocking dan topeng hitam seperti algojo dalam film itu. Kedua tangan Ririn diborgol dengan rantai panjang dan dilehernya juga terdapat rantai pengekang. Aku tidak tahu permainan apa lagi yang akan mereka mainkan. Ririn dibawa kearahku lalu leherku dipasang pengekang dan diikat dengan ujung satunya dari rantai yang mengekang leher Ririn. Kini leherku dan leher Ririn terikat rantai sepanjang 1 meter. Astrid mengambil cambuk dan mulai mencambuki punggung dan pantatku, sementara tangan Ririn bermain-main dengan payudaraku.

"eemmmpphhhhh...... emmpphhhh...... mmmpphhhh......!!!!".

Aku cuma bisa mengaduh, tidak tahu karena sakit dicambuk atau keenakan. Benar-benar suatu perasaan yang aneh tapi mengasyikkan. Aku merasakan suatu gairah yang baru pertama kali kurasakan. Selesai bermain-main dengan cambuk, Astrid menyuruh Ririn untuk duduk bersimpuh sehingga kepalanya tepat dihadapan kemaluanku.

Kemudian Astrid mengambil sebuah alat baru yang lebih aneh lagi dan memasangkan di mulut Ririn. Alat itu berbentuk penis, sehingga terlihat dari mulut Ririn keluar sebuah penis tersebut. Dan dengan mulutnya, penis itu dimasukkan ke kemaluanku. Oh.. sungguh nikmat sekali yang aku rasakan. Astrid lalu mengambil jepitan pakaian dan menjepitkan pada kedua payudaraku tepat di putingnya. Sakit rasanya. Kembali aku melotot memprotes tindakannya.

"eemmmpphhhhhh........ mmmpphhhhh......!!!" erangku.

Tapi Astrid malah tersenyum senang melihatku kesakitan. Tidak puas dengan itu, Astrid mengambil lilin yang ada di lantai dan meneteskan lelehan lilin panas itu ke tubuhku dan Ririn sambil tertawa-tawa. Sementara Ririn terus saja memainkan penis itu di kemaluanku. Entah berapa lama mereka akan menyiksaku seperti ini. Walaupun lama kelamaan aku bisa juga menikmati siksaan tersebut. Hingga akhirnya tidak kuat menahan rasa sakit dan gairah yang semakin memuncak, aku pingsan tidak sadarkan diri.

Sewaktu sadar, aku berada di kamar dengan ditemani oleh mereka. Namun tangan dan kakiku ,masih tetap terikat. Tubuhkupun telah mengenakan pakaian seperti ketika datang.

"Selamat pagi.." Ririn dan Astrid menyapaku sambil tersenyum.

Ternyata sudah pagi, jadi hampir semalaman aku telah diikat dan disiksa mereka.

"Bagaimana keadaanmu, sudah baikan?", tanya Ririn.

"Iya, kapan nich aku kalian lepasin.....? " sahutku seraya mengangguk,

“Mau dilepasin sekarang, Nis ?” tanya Astrid yang langsung melepaskan simpul tali yang mengikat di kaki dan tanganku.

Bangun dalam tubuh yang masih sedikit terasa lelah, ketika kuperhatikan tubuhku masih ada bekas cambukan juga di pergelangan kaki dan tangan masih terlihat guratan merah bekas ikatan tadi malam. Sebelum pulang, mereka menawarkan untuk melakukannya lagi di lain waktu.

"Bagaimana, kami tidak memaksa.. tapi jangan kamu sebarkan hal ini", Kata Astrid sambil menyerahkan kaset video.

Ternyata diam-diam mereka telah merekam semuanya. Sampai aku pulang, aku belum memberikan jawaban. Yang pasti kalau menginginkannya lagi aku yang akan menghubungi mereka.
Suatu malam tiba-tiba aku ingin melihat rekaman itu, melihat kejadian-kejadian ketika aku diikat dan disiksa, membuat gairahku muncul dan menginginkannya lagi. Kemudian aku ambil telepon genggamku dan mengetik sms :

"Astrid, Ririn...... kapan nich, kalian akan mengikat dan 'menyiksa'ku lagi..??". 

==oo0oo==

Sabtu, 02 Maret 2013

Slave Lesson Ambang Kepada Ida


Kepergian Ambang ke luar negeri selama 1 bulan karena tugas kantor kemarin telah membuat kehidupan sex pasangan Ambang dan Ida berubah. Sebelumnya selama 3 tahun perkawinan mereka tidak ada yang istimewa dalam melakukan hubungan sex. Seperti biasanya bila pulang dari bepergian, Ambang selalu membelikan oleh-oleh baju dan aksesoris buat butik Ida. kali ini Ambang juga membawa beberapa oleh-oleh. Langsung saja Ida membuka bungkusan-bungkusan itu.

"Eh, bungkusan yang itu jangan dibuka!" kata Ambang ketika melihat Ida mengambil sebuah bungkusan paling bawah..

"Apa sih isinya? Bikin penasaran saja.." tanya Ida.

"Itu surprise buat kamu nanti. Pokoknya kalau sudah waktunya kamu akan tahu...." jawab Ambang.
 Idapun mengurungkan niatnya. Tidak biasanya Ambang menyembunyikan sesuatu darinya.



Hari-hari berlalu. Semakin lama Ida merasakan perubahan pada Ambang, terutama ketika mereka melakukan hubungan badan. Meskipun tetap mampu melayani nafsu Ida yang besar, tapi Ida merasa Ambang kurang menikmati setiap permainan yang diinginkan Ida dalam berhubungan sex. Ida takut Ares mempunyai wanita lain selain dirinya. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk memuaskan Ambang, tapi kurang membuahkan hasil. Setelah berkonsultasi dengan psikolog, Ida disarankan untuk membicarakan langsung dengan Ambang.

Akhirnya suatu malam Ida minta penjelasan Ambang mengenai semua hal yang menjadi ganjalan bagi hubungan mereka.

"Ya.. aku rasa sudah saatnya kamu tahu semuanya".

"Apa ada wanita lain?" tanya Ida kuatir. Ambang menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Lalu?" tanya Ida tak sabar.

"Kamu pernah dengar istilah BDSM?"

Ida mengangguk kebingungan. Sebenarnya dia belum sepenuhnya mengetahui apa itu BDSM. Yang dia tahu BDSM itu kelainan sex.

"Sebenarnya sejak dulu aku menyukai BDSM. Aku bergairah dan terangsang kalau melihat wanita diikat dan disiksa. Ketika bertemu dan menikahi kamu, aku berusaha menghilangkan kelainan itu. Dan hampir berhasil. Aku sangat sayang kamu, tidak sampai hati kalau aku harus mengikat atau menyiksamu".

Ida diam saja mendengar penjelasan Ambang, "Hingga ketika kemarin pergi ke luar negeri. Disana aku diajak teman pergi kesebuah klub, ternyata itu adalah sebuah klub BDSM. Entah kenapa keinginanku akan BDSM muncul lagi. Fantasi-fantasi yang dulu telah aku kubur seakan jadi kenyataan. Aku bisa mengikat, menyiksa dan menjadikan wanita sebagai budakku".

"Nah, sekarang terserah kamu menyikapi semua ini. Aku juga mau kalau seandainya kamu menginginkan untuk ke psikiater menyembuhkan kelainan ini". lanjut Ambang. Ida termangu mendengar penjelasan dari Ambang, dia tidak bisa memutuskan malam itu juga tindakan terbaik.

Keesokan hari setelah Ambang berangkat kantor, Ida kembali memikirkan hal semalam. Disamping rasa kecewa, dia juga sangat menghargai kejujuran dan kesetiaan Ambang. Lalu ia menuju komputer dan mancari tahu tentang BDSM lewat internet. Mula-mula ia ngeri melihat gambar-gambar wanita yang diikat dan disiksa. Namun lama kelamaan Ida bisa menerima bahkan mulai menikmatinya. Dia membayangkan bila ketika melakukan sex dirinya dalam keadaan terikat dan disiksa. Rasa penasaran itu menjadikan gairah dan rangsangan tersendiri yang belum pernah dirasakannya. Ida memutuskan untuk mencoba hal ini,

"Aku akan membuat kejutan buat Ambang".

Malam itu sebelum Ambang pulang, Ida menyiapkan segalanya. Dia memakai baju yang seksi dan mengambil beberapa scarf, stagen juga stocking untuk rencananya. Kemudian dia memanggil Bi Ijah, satu-satunya pembantunya yang polos dan sudah tua.

"Ada apa nyonya?" tanya Bi Ijah.

"Bibi mau bantu saya ya? Tolong bibi ikat dengan erat kaki dan tanganku pake scarf, stagen, dan stocking itu".

"Maksud nyonya?" Bi Ijah bingung.

"Bibi tenang saja, ini cuma maen-maen kok. Aku mau buat kejutan buat Mas Ambang". jelas Yessy.
Sambil geleng-geleng Bi Ijah lalu mengikat kaki dan kedua tangan Ida kebelakang.

"Sudah Nyah, trus ngapain lagi?" tanya BI Ijah.

"Nanti kalau Bapak datang,langsung suruh kekamar ya…?" Bi Ijah meninggalkan Ida dikamar masih dengan bingung.

Sementara itu, Ida yang terikat merasakan sensasi yang menimbulkan gairah tersendiri. Beberapa saat kemudian, Ambang pulang langsung menuju ke kamar. Ketika masuk, alangkah kagetnya dia melihat Ida terikat tak berdaya di atas tempat tidur.

"Ida, ada apa? Kamu tidak apa apa.. ?" tanya Ambang bingung.

"Bukankah kamu suka melihat seperti ini? Aku ingin mencobanya dan merasakannya sendiri".

"Tapi…"

"Aku melakukannya dengan senang hati kok. Ternyata aku bisa menikmatinya dan aku ingin menjadi bagian dari BDSM ini".

"Maksudmu?"

"Mulai sekarang kamu boleh mengikat dan menyiksaku. Aku bersedia jadi tawananmu.." kata Ida sambil tersenyum.

"Ida, kamu sungguh-sungguh?" tanya Ambang masih tak percaya. Ida mengangguk mantap. Ambang berkata," Kalau kamu sudah mantap, aku bisa menjadikan mu budak sex. Tapi ada konsekuensi dan peraturan-peraturan yang harus kamu sanggupi. dan pertama-tama aku akan mengirimkan kamu ke suatu tempat dimana kamu akan diajari menjadi seorang slave, bagaimana?".

"Aku akan menyanggupi semua hal itu. Lalu siapa yang akan mengajariku? Mengapa tidak kamu sendiri saja?" tanya Ida.

"Aku belum mampu untuk langsung menjadikanmu slave. Orang yang akan mengajari boleh kamu pilih, wanita atau lelaki?"

"Kurasa aku akan lebih suka diajari oleh wanita" kata Ida.

"Baik, kalau begitu besok malam kita berangkat ke sana. Oh ya..urusan butik kamu serahkan ke assistenmu dulu."

"Memang berapa lama kita disana?" tanya Ida.

"Itu tergantung dari misstress, kalau dia sudah menganggap kamu mampu ya kamu boleh pulang", jelas Ambang di malam menjelang keberangkatan mereka. Malam itu Ambang membiarkan Ida istrinya tidur dengan keadaan terikat.

Pagi-pagi Ambang bangun bersiap-siap ke kantor, sambil melepaskan ikatan yang mengikat Ida.

Keesokan harinya ketika Ambang masih dikantor. Ida terlihat gelisah antar perasaan takut dan penasaran. Tiba-tiba telepon berbunyi.

"Halo sayang, ini Ambang. Sudah siap?"

"Ya, aku sudah tidak sabar nih." jawab Ida manja.

"Sabar dong, aku baru saja membuat janji dengan Misstress, namanya Tina" kata Ambang.

"Sekarang buka bungkusan yang dulu aku bawa dari Luar Negeri itu, masih ingat khan? Kamu pakai ya.." lanjut Ambang.

++++++

Selagi Ida membereskan dapur, dia merasa ada sosok mendekati tubuhnya lalu

“mmmmppphhhh....!!!” mulutnya di bekap dan dengan cepat lakban telah membungkam mulutnya

Ida tak sadarkan diri....


Byur..!!!

"Bangun pemalas..!!" teriak Tina sambil mengguyur air ke Ida yang langsung terkejut bukan main akibat guyuran air dingin secara tiba-tiba itu. Dilihatnya seorang wanita berdiri disampingnya dengan muka sadis sambil membawa ember. Sejenak ia bingung, tapi akhirnya sadar juga kalau sekarang ia berada di suatu rumah tempat ia menjadi slave bagi Tina. Tali yang mengikatnya semalaman telah dilepas, Hood dan Ballgag yang membungkamnya juga sudah tidak ada lagi. Hanya bekas-bekas ikatan dileher, pergelangan dan payudaranya meninggalkan rasa nyeri, sedang mulutnya terasa pegal akibat memakai ballgag semalaman.

"Eee..malah bengong, cepat turun dari ranjang dan buka bajumu!" perintah Tina.

"Baik Misstress." jawab Ida patuh. Secepatnya ia bangun dan membuka pakaiannya hingga telanjang bulat. Tina lalu memasang kembali rantai di Collar yang tetap membelit leher Ida.

"Sekarang kita mandi dulu." kata Tina sambil menarik rantai. Ida otomatis mengikutinya.
Tapi Tina langsung menghardiknya,

"Siapa yang suruh kamu untuk berjalan? Ayo merangkak!" kata Tina,

"Hari ini kamu jadi anjing piaraanku, tidak boleh berdiri dan kalau bicara harus dengan gonggongan, mengerti?!!"

"Mengerti Mis..eh guk…guk…" jawab Ida. Ia menurut karena tidak ingin lagi dicambuk Tina.

"Bagus…, bagus…, kurasa kamu sudah mulai bisa jadi slave." kata Tina senang.

Untung lantai di rumah itu dilapisi karpet tebal, jadi lutut Ida tidak terlalu sakit ketika harus berjalan merangkak. Mereka menuju ke halaman belakang dimana terdapat sebuah kolam renang. Sepanjang lorong menuju kesana, Ida memperhatikan terdapat beberapa kamar yang tertutup di kanan kirinya. Setiap kamar itu di jaga oleh seorang penjaga. Ida sedikit penasaran ingin tahu kamar-kamar tersebut. Ketika melewati sebuah kamar, pintu terbuka dan Ida melihat Ambang keluar dari dalamnya.

“mBang.....???" tanpa sadar Ida memanggil suaminya itu. Tindakannya itu membuat Tina marah dan langsung mencambuk punggung Ida.

"Sudah dibilang jangan bicara!" bentak Tina. Ida terdiam tidak berani lagi melawan.

"Tina, bagaimana perkembangan slave itu?" tanya Ambang pada Tina. Ida yang mendengar Ambang menyebut dirinya slave bahkan mengabaikannya membuat ia ingin menangis.

"Bagus sekali, dia cepat menerima pelajaranku, benar begitu anjing?" tanya Tina pada Ida.

"Guk..guk.." jawab Ida tak berani membantah.

“Lihat walaupun sedikit bandel tapi kujamin tidak lama lagi dia sudah bisa kamu gunakan." lanjut Tina.

"Terima kasih, silahkan kamu lanjutkan." kata Ambang. Kemudian Ambang kembali masuk ke kamar. Ketika itu Ida melihat di dalam kamar ada seorang wanita telanjang yang sedang terikat erat di sebuah kursi. Di badannya terlihat memar-memar akibat cambukan. Sebelum Tina kembali membawanya, Ida sekilas sempat melihat Ambang mengambil cambuk dan mencambuki wanita itu. Rupanya Ambang disitu sedang menyiksa seorang slave lain.

Sampai di kolam renang, Tina berkata, "Aku akan berenang, kamu sekarang berjemur dulu…"
Ida mengikuti Tina menuju pinggir kolam. Ternyata disana terdapat sebuah kerangkeng kandang anjing yang kecil ukurannya. Bila manusia yang masuk ke dalamnya pasti akan kesulitan untuk bergerak. Ida yang mengetahui maksud Tina memasukkan dirinya ke kandang itu sempat berontak.

"Guk…guk…" sambil menggelengkan kepalanya tanda tidak mau.

Tina tetap saja memasukkan Ida kedalamnya. Tidak itu saja, rantai lehernya diikatkan pada jeruji bagian atas membuatnya untuk tetap sedikit mendongak. Tangan dan kaki Ida di borgol dengan jeruji bagian bawah. Tentu saja Ida tidak bisa meluruskan kakinya dan harus ditekuk.

"Anjing..! Buka mulutmu! aku sedang tidak ingin mendengar suaramu." perintah Tina bermaksud memasang ballgag dimulut Ida. Tanpa kesulitan berarti, ballgag terpasang dengan erat. Pintu kandang lalu digembok dari luar dan Tinapun kemudian berenang. Hampir 2 jam Tina berenang, sementara itu Ida mulai merasa badannya kepanasan terkena matahari. Tubuhnya terlihat lemas karena kepanasan dan lapar. Akhirnya Tina selesai juga. Ida terlihat lega, berharap dirinya segera dikeluarkan dari kandang sempit itu.

Ternyata Tina mempunyai rencana lain. Ia mengambil sebuah alat katrol untuk mengangkat dan memindahkan benda-benda berat, ujung rantai katrol dikaitkan pada jeruji kerangkeng. Tina menarik sebuah tuas, membuat kerangkeng beserta Ida di dalamnya terangkat keatas dan lalu diarahkan tepat ke atas kolam renang.

"Anjingku..sekarang giliran kamu yang mandi….." kata Tina sambil menggerakkan kandang ke bawah.

Ida menyadari dirinya akan ditenggelamkan ke air menjadi panik.

"emmmmppphhhhh…..mmmmppphhhh…" teriak Ida ketakutan sambil menangis.

Tina tak bergeming dan tetap melaksanakan niatnya. Begitu masuk ke air, mau tak mau Ida harus menahan napasnya. 15 detik diangkat lagi lalu ditenggelamkan lagi. Berulang-ulang hingga napas Ida tersenggal-senggal. Tidak sedikit air yang sempat masuk lewat hidungnya. Setelah 5 kali, Tina berhenti. Dibiarkannya Ida tetap menggantung di atas kolam dan pergi meninggalkan masuk ke rumah. Di dalam kerangkeng, Ida sudah tidak kuat lagi hingga akhirnya pingsan.

Ketika siuman, Ida telah berada di kamarnya tadi malam. Diperhatikan dirinya sudah tidak telanjang lagi. Korset hitam telah dikenakannya dengan sangat ketat membuat perut dan pinggangnya tampak ramping. Korset itu tidak menutupi payudaranya, hanya berfungsi menyangga sehingga payudaranya terdesak membusung kencang. Dia juga mengenakan Crotchless-panty yang terbuka pada bagian selangkangannya dan sepasang stocking hitam bersepatu warna merah. Lehernya masih terdapat Collar beserta rantai yang tertambat di kaki meja. Dihadapannya tersedia nasi dan air putih. Walaupun sudah sangat lapar, tapi Ida tidak berani memakannya sebelum diperintah Tina. Baru setelah Tina datang dan menyuruh makan, Ida langsung menyantap nasi itu, tentu saja tanpa menggunakan tangannya.

Selesai makan, Ida dibawa keluar menuju sebuah kamar lain. Di dalam kamar itu ternyata sudah menunggu Ambang dan sepasang suami istri. Kali ini Yessy tidak berani untuk memanggil Ambang. Dia hanya bisa bertanya dalam hati rencana apalagi yang di buat Ambang dan Tina untuk dirinya.

"Apa dia sudah siap Tina?" tanya Ambang.

"Kurasa sudah, silahkan kalian melihatnya." kata Tina.

Lalu suami istri itu menghampiri Ida yang duduk dilantai. Mereka mengamati dan memeriksa Ida seperti layaknya orang yang akan membeli binatang. Ida sebetulnya sangat risih, tapi dia tidak mampu berbuat banyak selain diam dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Ya.. sangat cantik dan bagus. Kami akan mengambilnya." kata sang suami.

Ida sangat terkejut mendengar hal itu. Apa Ambang akan menjual dirinya pada pasangan itu? Permainan apalagi ini?

"Nah..anjing hari ini kamu akan dibawa dan dirawat oleh mereka." kata Ambang pada Ida.

"Apa kamu gila? Aku ini istri kamu.. Pokoknya aku tidak mau ikut mereka. Kita akhiri saja permainan ini dan pulang..!!!" kata Ida sambil berdiri.

"Tina, lepaskan rantai ini!" lanjut Ida sambil mencoba menarik rantai Collar di lehernya dari tangan Tina. Begitu rantai itu terlepas dari tangan Tina, segera Ida berlari menuju pintu. Tapi belum sempat Ida berhasil membukanya, 2 orang penjaga menangkap dan membawanya kembali.

"Lepaskan..! mBang tolong aku..…" teriak Ida minta bantuan.

Ternyata Ambang tidak menolongnya, malah dia berkata, "Maaf sayang, aku tidak bisa menolongmu. Kamu tidak bisa membatalkan perjanjian semula. Aku tidak punya kuasa atas dirimu, hanya Tina yang bisa melepaskan kamu."

Ida hanya bisa menangis mendengar ucapan Ambang. 

"Maafkan slave ini..maklum dia baru belajar." kata Ambang pada pasangan suami istri itu.

"Tidak apa-apa, kami malah senang dengan slave yang sedikit liar kok. Bukan begitu pa..?" jawab si istri.

"Tenang ya, kami hanya merawatmu untuk sementara saja. Begitu selesai kamu akan bertemu lagi sama suamimu itu." lanjutnya sambil mengelus kepala Ida.

"Kalau begitu silahkan kalian membawanya." kata Tina.

Tina lalu memerintahkan penjaga untuk mengikat Ida. Meskipun tetap berontak, para penjaga berhasil mengikat tangan dan kaki Ida.

"Tol..mmmmppphhhh…mmmmppphhhh…" belum sempat menyelesaikan ucapannya, mulut Ida cepat-cepat di bungkam kain dan dilakban. Sebelum dimasukkan ke dalam kotak kayu sempit, mata Ida ditutup bandana.

Samar-samar Ida mendengar suara Ambang berbisik, "Selamat bersenang-senang slave…"

Kotak itu di masukkan ke bagasi mobil dan suami istri itu lalu pergi menuju rumahnya. Beberapa lama kemudian Ida merasakan mobil itu berhenti. Ida dikeluarkan dari dalam kotak lalu ditempatkan pada sebuah kamar.

"Ikatanmu akan aku lepaskan, jangan coba-coba bertindak bodah atau melarikan diri. Mengerti?" kata sang suami. Ida mengangguk. Setelah semua ikatan dan kain yang menutup mulut juga mata dibuka, pria itu mengikatkan rantai Collar ke ranjang.

"Istirahatlah dulu." katanya sambil keluar dan mengunci pintu kamar. Ida memperhatikan keadaan kamar. Ia tidak bisa menduga dimana tempat ia disekap saat ini. Kamar itu tanpa jendela dengan pintu dari besi, terdapat sebuah ranjang dan lampu kecil sebagai penerangan. Dan dipojok atas ada sebuah televisi. Seperti kamar penjara bawah tanah. Suasananya sangat sepi, tidak tahu waktu saat ini, apakah siang, sore atau sudah malam. Pada pintu ada sebuah lubang kecil yang bisa di tutup dan di buka, Ida ingin melihat keadaan di luar kamar. Ternyata rantai Collar itu panjangnya tidak memungkinkan Ida mendekati lubang tersebut.

Pintu terbuka, suami dan istri masuk kedalam.

"Ida…aku Melanie dan ini Beno suamiku, kami adalah Tuan dan Nyonyamu saat ini. Jadilah slave yang patuh dan kami akan memperlakukanmu dengan baik. Mengerti?" kata Melanie.

"Mengerti Nyonya." jawab Ida.

"Baik… kamu makan dan istirahatlah dulu." katanya lagi sambil memberikan makanan yang lezat. Mereka lalu keluar dan mengunci pintu kamar. Melihat makanan yang enak itu Ida langsung saja makan dengan lahap, tanpa tangan yang terikat tentunya.

Selesai makan, Ida merasa ngantuk, mungkin sudah malam pikirnya. Sambil rebahan di ranjang, ia memikirkan Nyonya barunya ini yang terlihat baik hati lain dengan Tina yang sadis dan galak. Memikirkan hal itu, Ida jadi teringat perlakuan Tina yang mengikat dan menyiksa dirinya sepanjang malam. Melihat keadaan saat ini yang bisa dikatakan bebas, Ida malah merasa kurang nyaman sebagai slave. Muncul keinginannya untuk kembali diikat dan disiksa lagi, ingin dia merasakan lagi sebuah sensasi yang ternyata menimbulkan gairah yang mengasikkan. Sampai-sampai ia berharap akan mengalaminya secepatnya.

Dia sudah siap diperlakukan sebagai slave oleh pasangan ini. Tapi ternyata keinginan Ida belum terwujud dengan cepat. Kira-kira sudah 2 hari, menurut perhitungan Ida, dia berada di tempat itu. Dan selama itu, ia diperlakukan biasa saja. Setiap hari diberi makan yang enak 3 kali, di beri air untuk mandi dan membersihkan diri. Hanya rantai Collar tidak pernah dilepas sekalipun. Televisi di kamar itu setiap saat menyala menayangkan film-film BF tentang BDSM. Semua itu membuat Ida tersiksa gairahnya. Dan untuk menyalurkannya ia sering bermasturbasi sambil membayangkan adegan-adegan dalam film tersebut. Tanpa Ida ketahui ternyata semua tingkah lakunya direkam oleh kamera tersembunyi. Pasangan itu ingin tahu sampai sejauh mana keinginan Ida mengenai perbudakan. Setelah dirasakan bahwa Ida sudah bisa menerima BDSM sebagai bagian hidupnya, baru pasangan itu menjadikan Ida sebagai budak mereka.

Pintu kamar kembali di buka, seperti biasanya Ida menduga akan di beri makan. Tapi kali ini lain, Melanie tidak membawa makanan. Yang di bawanya adalah cambuk dan gulungan tali. Pakaiannya seperti yang dikenakan Tina. Mungkin kini saatnya mereka akan melakukannya, begitu pikir Ida. Hatinya berdesir menahan gairah.

Tanpa banyak bicara, Melanie mengikat tangan Ida kebelakang dan mengikat kakinya dengan menyisakan jarak untuk berjalan. Setelah melepas rantai dari ranjang, Melanie membawa Ida keluar kamar. Kini walaupun tetap kesulitan ketika berjalan dengan kaki terikat Ida tidak mengeluh. Benar perkiraannya, kamar itu berada di bawah tanah, sehingga untuk naik keatas Ida sedikit kesulitan juga. Melanie kadang juga mencambuk Ida bila berjalan pelan. Mereka memasuki sebuah ruangan. Di sebuah kursi ada seorang pria yang hanya mengenakan celana dalam dan bersepatu lengkap. Kedua tangannya terikat kebelakang sedang wajahnya tertutup Hood. Walaupun begitu Ida bisa mengetahui kalau dia adalah Beno.

"Budak, tugas pertamamu adalah lepaskan sepatu dan kaos kakinya." perintah Melanie.

"Baik Nyonya." jawab Ida. Dengan menggunakan mulutnya, Ida berusaha melaksanakan perintah Melanie.

Sementara itu Melanie mengawasi sambil merekam semua kejadian itu dengan handycam. Lalu disuruhnya Ida menjilati seluruh kaki Beno. Terdengar suara mendesis keenakan dari mulut Beno. Setelah itu giliran celana dalam yang harus di lepaskan.

"Kulum dan mainkan penis itu, sampai Tuanmu itu puas!" kata Melanie.

Ida sedikit terkejut mendengar perintah Melanie. Apalagi melihat penis Beno yang tergolong besar itu. Sedikit ragu-ragu ia mulai mengulum penis Beno. Dulu ia juga sering berbuat oral dengan Ambang, tapi kini ia melakukannya dengan orang lain bahkan disaksikan oleh istrinya. Melanie sendiri ternyata ikut menikmati permainan ini. Sambil terus merekam, ia juga berusaha merangsang dirinya sendiri lewat remasan-remasan pada payudara dan vaginanya. Semakin lama Ida terangsang juga, tidak hanya penis yang dia oral seluruh tubuh Beno dijilatinya tanpa sungkan lagi. Benopun menjadi sangat terangsang.

Tiba-tiba Melanie menarik rantai Collar menghentikan perbuatan Ida. Rantai itu di gantung keatas membuat Yessy berdiri.

"Cukup budak! Kamu diam jangan bergerak." katanya. Dan selanjutnya tanpa melepaskan ikatan Beno, Melanie langsung memeluk dan bercinta dengan liar. Ida hanya bisa melihatnya sambil menahan birahinya. Ada keinginan untuk ikut, tapi tidak mungkin melepaskan ikatan dan rantai. Kakinya hampir tidak kuat untuk berdiri lagi menahan tubuhnya yang tegang. Andai rantai Collarnya tidak tergantung, pasti dia sudah jatuh. Terlihat kepuasan di wajah Melanie begitu mereka mencapai klimaks. Sambil tersenyum dia memandang Ida yang tetap berdiri terikat.

"Kamu juga menginginkannya?" tanya Melanie pada Ida.

"Ya Nyonya, aku sudah tidak tahan lagi." jawab Ida.

Melanie lalu menarik rantai dan membawa Ida mendekati ranjang. Beno dan Melanie duduk di bibir ranjang dengan kaki terbuka. Disuruhnya Ida membersihkan cairan sperma yang masih ada di vaginanya juga pada penis Beno. Langsung saja kepala Ida ditarik dan dibenamkan ke selangkangannya.

"Cepat jilati sampai bersih!". Pada penis Beno Ida juga melakukan hal tersebut. Setelah bersih, masih dengan mulutnya Ida diperintahkan membuka ikatan dan Hood Beno. Setelah itu Melanie dan Beno mandi lalu membawa Ida ke kamarnya di bawah tanah. Kembali rantai ditambatkan ke tiang ranjang. Ida menyantap makanan yang di sediakan dengan mulut karena tangannya masih terikat lalu istirahat menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pagi hari, Beno kembali datang. Ida di bawa keatas tanpa diikat. Sampai diatas ternyata Melanie telah berada di sana menjadi slave seperti dirinya. Baju yang dikenakan sama seperti Ida, lehernya juga terdapat Collar dan rantainya. Dia sedang makan dilantai dengan memakai mulut. Rupanya kali ini Beno menginginkan Ida dan Melanie menjadi anjing.

Beno membungkus jari-jari tangan Ida jadi satu dengan sarung dari karet, sehingga jarinya tidak bisa direnggangkan. Lalu pergelangan tangan di belenggu rantai sepanjang 20 cm, juga pada pergelangan kaki. Beralih ke payudara Ida yang tak tertutup korset, Beno memasang jepitan kertas pada putingnya. Ida tidak terlalu kaget karena pernah mengalami sehingga bisa memperkirakan rasa sakitnya. Lalu diambilnya lagi sebuah jepitan dan dipasang pada klitoris Ida. Kali ini Ida menjerit kesakitan. Tanpa mempedulikannya, Beno lalu menjalin jepitan-jepitan itu dengan benang nilon. Kemudian Beno mengambil Ring-Gag dan memasangkan di mulut Ida. Sebenarnya Ida sangat tidak nyaman memakai itu. Kerasnya besi dari Ring-Gag itu sedikit mengganggunya, selain itu alat tersebut memaksa mulutnya untuk selalu terbuka. Air liurnya sedikit demi sedikit keluar tanpa bisa ditahannya. Penyiksaan Ida tidak sampai di situ. Setelah dalam posisi merangkak, Beno memasangkan sebuah pengait kecil di hidung Ida dan mengikatnya di belakang kepala pada ikatan Ring-gag. Kemudian Beno melakukan hal yang sama pada Melanie. Hanya bedanya Melanie kelihatan nyaman dengan penyiksaan ini.

"Mari anjing-anjingku kita jalan-jalan." kata Beno sambil menarik rantai Melanie dan Ida. Disuruhnya mereka berdua merangkak di depan Beno, sehingga dengan leluasa Beno mencambuki pantat mereka secara bergantian.

"Ah..ah..!" hanya suara mengaduh yang terdengar dari mulut Ida dan Melanie. Akhirnya Beno membawa mereka berdua ke sebuah ruang.

"Bagaimana kalau kalian berdua saling berlomba? Dan yang kalah tentu saja akan mendapat hukuman." kata Beno.

Dia masuk ke kamar mandi, ketika keluar dia membawa 2 buah ember penuh berisi air.

"Kalian dorong ember ini keliling ruang, siapa yang kalah atau menumpahkan air tentu akan dapat hukuman." Kata Beno tersenyum. Dengan menggunakan kepala, Ida dan Melanie mulai mendorong ember mengelilingi ruangan. hati-hati sekali mereka melakukannya agar air tidak tumpah sampai kembali ke tempat Beno. Mengetahui Ida dan Melanie berhasil, Beno kurang puas.

"Kurasa itu terlalu mudah buat kalian." Katanya sambil mengambil tali. Lalu masing-masing pergelangan kaki Ida dan Melanie diikat menyatu dengan paha mereka sendiri, sehingga kini mereka hanya bertumpu pada tempurung kaki dan tangan. Hal itu membuat sakit ketika merangkak.

"kita ulangi lagi permainannya!" kata Beno. Ida dan Melanie kembali mendorong ember-ember itu lagi. Dan kali ini, Ida menumpahkan sedikit air.

" eit.. berhenti dulu, ada yang harus diberi hukuman dulu neh.." kata Beno senang. Diambilnya sebuah bandul pemberat dari besi dan diikatkan pada benang nilon tadi.

"Aagghh…agghh…uuhh…uuhh…" teriak Ida kesakitan. Dia meggeleng-gelengkan kepala menolak hal itu sambil berusaha menghilangkan rasa sakitnya. Namun gelengen itu semakin menambah goyangan pada bandul menjadikan puting dan klitorisnya semakin sakit. Terlihat air matanya keluar menahan rasa sakit yang sangat. Sambil terisak, ia seakan minta Beno untuk melepas bandul dan mengurangi penderitaan. Isakan yang juga semakin membuat hidungnya lebih sakit. Tanpa menunjukkan rasa kasihan sedikitpun Beno memerintahkan Ida melanjutkan permainan ini. Sementara Melanie masih tetap merangkak tanpa melakukan kesalahan.

Dengan keadaanya kini Ida semakin sulit merangkak. Walaupun berusaha tenang dan berjalan sangat pelan juga hati-hati, bandul itu tetap saja ikut bergoyang bila dirinya bergerak.

" oh.. ada lagi yang perlu di hukum ya.." kata Beno ketika Meta menumpahkan air.

Benopun juga meletakkan bandul di benang nilon pada payudara Melanie. Meskipun terlihat menahan sakit juga, tapi Melanie tidak banyak mengeluh. Sepertinya ia sudah biasa melakukannya. Dan tetap melanjutkan permainan. Tidak seperti Ida yang baru pertama kali ini di siksa. Semakin lama Ida kelelahan sehingga kembali menumpahkan air.

"Kita akhiri permainan ini. Dan yang kalah tetap harus dihukum..!"

Beno melepaskan semua alat penyiksaan pada Melanie membawanya ke ranjang dan mengikat tangan juga kaki Melanie pada ujung-ujung ranjang secara terpisah. Habis itu Beno membawa Ida ke lantai yang telah di lapisi kasur tipis. Kemudian pada anus dan vagina Ida, Beno memasukkan vibrator yang dilengkapi sabuk penyangga agar tidak terlepas.

"aahhh…aahhh…." Vibrator itu membuat rangsangan yang hebat pada diri Ida.

Beno membiarkan Ida, ia kembali ke Melanie yang terikat di ranjang dan mulai menyiksa dengan cambuk dan tetesan lilin panas. Selama Beno bercinta dengan Melanie, Ida berusaha keras memuaskan nafsunya dengan bantuan vibrator itu. Di goyang-goyangkan tubuhnya untuk mencapai klimaks tidak dihiraukan lagi rasa sakit akibat bandul pemberat yang menarik payudaranya. Tindakannya kurang berhasil. Lama-lama Ida merasa putus asa dan jengkel sendiri. Akhirnya Ida menyerah, ia diam ditempat menahan sakit. keringat keluar dari seluruh tubuhnya membasahi korset dan stockingnya. Payudaranya dirasakan semakin sakit dan perih. Lecet yang ditimbulkan jepitan itu terkena keringat dari tubuhnya sendiri. Kedua kaki dan tangannya gemetaran dan nafasnya tersenggal-senggal.

"aagghh..aagghh..holong…leh askan saya…" kata Ida sambil menangis tak jelas meminta pada Beno. Beno menghentikan siksaannya pada Melanie dan menuju Ida. Juga dengan menggunakan cambuk dan lilin, Beno menyiksa Ida. Vibrator itu oleh Beno di gerakkan keluar masuk ke vagina dan anus Ida bervariasi.
"nnggghh…nngghh… tteeuuss…" erangan Ida menunjukkan kenikmatan. Tapi Beno menghentikan itu, sebelum Ida mencapai puncak. Dan mulai melepas ikatan dan alat siksaan di tubuh Ida.

Beno memerintahkan Ida ke atas ranjang. Melanie sendiri masih terikat di sana dengan tubuh penuh lelehan lilin dan memar akibat cambukan. Beno mengambil lagi alat pembungkam mulut dari kulit. Baru pertama kali ini Ida melihat gag yang cukup aneh itu. Ada 2 benjolan berbentuk penis di masing-masing sisinya. Di sisi luar ukurannya lebih besar dan lebih panjang dari penis di sisi dalam.

"Buka mulutmu..!" perintah Beno ke Ida.

Begitu mulutnya terbuka Beno langsung memasangkan gag dan mengekang di kepala belakang dengan erat. Penis yang lebih pendek masuk ke mulut Ida, sedang yang panjang terlihat keluar dari mulutnya. Dalam hati Ida merasa geli melihat itu. Beno juga membungkam mulut Melanie dengan alat yang sama. Ida lalu disuruh meniduri Melanie dengan posisi 69, dan mengikat tangan dan kakinya terpentang pada ujung-ujung ranjang. Kini mulutnya yang terpasang Penis-Gag tepat berada di vagina Meta, juga sebaliknya Penis-Gag Meta tepat di vagina Ida. Beno juga mengikat tubuh Ida dan Melanie menjadi satu.

"Tugas kalian adalah saling merangsang satu sama lain. Siapa yang tidak kuat dan mencapai orgasme lebih dulu harus tidur diluar malam ini." kata Beno.

Melanie dan Ida lalu memasukkan penis di mulutnya ke vagina di depannya. Mereka saling merangsang satu sama lain.

"Mmpphh…mmpphh…" terdengar suara dari mulut mereka. Tubuh mereka juga terlihat menegang, merasakan kenikmatan juga sekaligus menahan selama mungkin agar tidak keluar. Akhirnya Melanie kalah tidak bisa menahan orgasme. Dan sesuai perjanjian semula, Melanie malam ini tidur di luar. Tanpa mengenakan baju, Melanie di masukkan ke dalam kerangkeng sempit dan diletakkan di halaman belakang. Sementara Ida dalam keadaan terikat tidur di kamar bersama Beno. Tanpa memikirkan suami dan istrinya masing-masing, Beno dan Ida melanjutkan bercinta memuaskan nafsunya.

Keesokan pagi, setelah melepaskan Melanie. Mereka semua sarapan bersama-sama.

"Ida, sewamu habis hari ini. Nanti siang kami akan antar kamu ke tempat Tina dan menemui suamimu kembali. Terima kasih telah memuaskan kami." kata Beno.

"Saya juga terima kasih telah di ajari semua tentang perbudakan dan penyiksaan."

"Apa kami telah kelewatan dalam menyiksamu?" tanya Melanie.
Ida menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Bahkan kalau kalian menghendakinya lagi, aku masih mau di siksa, tentu atas ijin Ambang dulu."
Siang hari seperti yang sudah dikatakan Beno. Ida akan diantar ke tempat Tina lagi. "Silahkan masuk, Ida… ?" kata Melanie mempersilahkan Ida masuk ke mobil.

"Sebentar,..... kalau boleh aku ingin kalian ikat aku dan perlakukan aku seperti ketika aku di bawa kesini." pinta Ida.

Melanie dan Beno saling berpandangan, kemudian menyetujui usul Ida. Rantai Collar lalu di pasang di leher, kedua tangan dan kaki Ida juga diikat kembali. Tidak lupa Beno dan Melanie menyumbat mulut dan menutup mata Ida. Setelah itu memasukkannya ke kotak kayu kecil, dan diletakkan di bagasi mobil. Diperlakukan seperti itu, Ida tidak berontak dan menikmati semua ketidakberdayaannya. Sampai di tempat Tina, Beno dan Melanie menyerahkan Ida pada Tina.

"Bagaimana? Apa kalian puas dengan pelayanannya?" tanya Tina.

"Kami sangat puas. Dia sekarang sudah bisa jadi seorang slave. Aku jamin itu." kata Beno.

Setelah Melanie dan Beno pulang, Ida di bawa ke kamarnya dulu. Tina lalu melepaskan semua ikatan dan berkata, "Kamu mandi dan bersihkan diri. Sebentar lagi Ambang akan menjemputmu."

Selesai mandi, Ambang datang untuk menjemputnya. Tina sudah membolehkan Ida pulang setelah mendengar rekomendasi Beno dan Melanie.

"Ayo kita pulang sayang. Aku sudah tidak sabar ingin bermain-main denganmu." kata Ambang.

 “Mas, ikat aku dong.....” jawab Ida manja. Lalu Ambang mengikat tangan dan dada Ida memakai stagen yang kebetulan dibawanya, kaki yang diikat dengan stocking serta saputangan yang mengikat di mulutnya Ida tersenyum penuh arti dalam sumpalannya, di dalam hatinya kini ada gairah untuk memulai kehidupannya yang baru. Kehidupan sebagai seorang submissive.

==oo0oo==