Tampilkan postingan dengan label bdsm. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bdsm. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2013

Duculik dari Kantor

Mila meringkuk di pojokan kamar itu. Matanya sembab, jejak air mata kering menempel di kedua sisi pipinya. Entah sudah berapa lama ia disitu, Mila tidak lagi bisa menghitung, mungkin beberapa jam, atau bahkan hari? Ia tidak bisa memastikan, tapi satu hal yang pasti, selama ia di sini ia selalu dalam keadaan terikat ketat, tidak berdaya. Kedua tangannya tertekuk ke belakang punggungnya, kedua pergelangan tangannya diikat menjadi satu. Begitu juga kedua sikunya, diikat hingga hampir menyentuh, memaksa posisi tubuhnya untuk membusung ke depan. Tali juga melilit menyilang mengitari payudaranya, dari jauh nampak seperti sebuah penopang payudara yang terbuat dari tali memutar di tubuhnya, menekan kedua lengannya ke samping, membuat Mila tidak bisa menggerakan seluruh bagian tangannya. Baju kerjanya yang bergaya Shanghai warna biru, kini sudah mulai kotor, akibat usaha Mila untuk melepaskan diri yang gagal, menyebabkan ia berkali-kali terjatuh ke lantai yang kotor. Kedua kakinya juga mengalami nasib yang sama, pergelangan kaki diikat menjadi satu, begitu juga dengkulnya. Tali yang mengikat pergelangan kaki disambungkan oleh tali pendek ke ikatan pergelangan tangan, praktis membuat Mila harus selalu dalam posisi duduk dengan dengkul tertekuk. Rok mini berwarna Biru cerahnya kini lebih mendekati biru tua. Sepatu Pantofel dengan hak 5cm hitamnya dengan bis karet seolah menghubungkan kedua mata kakinya, membuat Mila terlihat sexy.

Seakan takut Mila bisa kabur dalam keadaan ini, sebuah tali juga diikatkan ke leher Mila yang ditambatkan ke sebuah tiang, laksana sebuah hewan piaraan. Tapi, setidaknya Mila bersyukur merasakan pakaiannya masih lengkap menempel di tubuhnya. Keadaan ini tidak hanya membuatnya tidak berdaya, tapi juga sangat tidak nyaman. Apalagi bahan tali yang digunakan sangat tidak bersahabat dengan kulit, karena sangat kasar, sehingga bila Mila berusaha bergerak saja, itu membuatnya merasa perih. Tapi bukan itu yang terburuk. Yang terburuk adalah yang menutup mulut dan wajahnya. Mila bisa merasakan kain, kemungkinan besar sapu tangan, berada di dalam mulutnya. Mila yakin lebih dari satu sapu tangan, karena mulutnya terasa penuh. Saking penuhnya, Mila tidak bisa lagi membuka rahangnya. Memerlukan 5 menit bagi Mila untuk tahu bahwa percuma untuk berusaha menekan sapu tangan itu keluar dari mulutnya. Ia bisa merasakan sesuatu mengikat dan menutup mulutnya, tapi ia tidak tahu bagiamana persisnya.

Mungkin Mila akan menyerah lebih awal bila mengetahui betapa keras si Penculik telah berusaha untuk memastikan Mila tidak bisa berteriak minta tolong. Sehelai scarf berwarna hijau muda dilipat menjadi tipis dan panjang, diikatkan dengan kuat di antara bibir Mila, menekan ketiga sapu tangan yang menyumpal Mila lebih dalam. Lalu sehelai scarf berwarna merah cerah bercorak bunga matahari yang lebih besar dilipat, menjadi persegi panjang yang lebar,diikatkan di belakang kepala Mila, menutup mulut Mila sampai sedikit diatas dagu. Tidak puas, sehelai scarf berwarna hitam dilipat menjadi segitiga besar diikatkan diatas scarf merah yang tadi. Cukup? Ternyata si Penculik berpendapat lain. Sebuah pantyhose disarungkan ke kepala Mila, lalu bagian kaki pantyhose itu dililitkan di bagian mulut Mila, yang akhirnya diikat erat di bagian belakang kepala Mila. Lakban digunakan sebagai alat terakhir oleh si Penculik untuk benar-benar membungkam Mila. Lakban hitam yang lebarnya kecil itu harus dililitkan beberapa kali memutari kepala Mila sebelum menutupi seluruh bagian mulutnya. Si Penculik memutus kan Mila tidak perlu melihat apa-apa dulu untuk saat ini, dan menggunakan sisa lakban itu untuk menutup bagian mata Mila. Kini kepala Mila terlihat seperti Mumi, hanya bagian hidung saja yang terlihat. Si Penculik yakin Mila tidak akan senang bila mengetahui wajah cantiknya tertutup, tapi si Penculik lebih yakin, Mila sebenarnya bisa menikmati keadaannya yang tidak berdaya dan tidak nyaman itu.


Beberapa minggu yang lalu Mila duduk di Starbucks Ciwalk di Bandung. Dari posisi duduknya, Bima tahu Mila dalam keadaan tidak tenang, mungkin takut, panik, tegang, tapi Bima selalu berpikir positif, Mila pasti sudah tidak sabar untuk akhirnya bertemu dengan sahabat dunia mayanya ini. Mata Mila memandang ke sekitar dengan curiga, melihat setiap lelaki muda yang melewati Starbucks. Karena ini hari Sabtu, mata Mila cukup sibuk mengerjakan tugasnya.

"Halo" Suara Bima yang sopan terdengar dari belakang.

"Astaga! Ternyata dari tadi ia sudah berada di sini!!" Pikir Mila dalam hati.

Padahal mereka berjanji untuk bertemu pukul 5 sore, dan Mila sengaja untuk datang 1 jam lebih awal, sehingga ia bisa yakin ia tidak akan dikagetkan seperti ini.

"Ia pasti datang 2 jam lebih awal, demi bertemu aku" Pikir Mila, ini membuatnya merasa tersanjung.

"Eh… mmm… Mila kan?" Bima bertanya, suara keraguan tidak terdengar dari suaranya, karena Bima tahu wanita yang disapanya ini adalah Mila. Sehari sebelumnya, Mila berjanji untuk menggunakan scarf berwarna merah bercorak bunga matahari di lehernya sebagai tanda. Mila menepati janjinya.

"Iya.. Bima?" Mila terkesiap melihat Bima.

Akhirnya ia bisa melihat secara langsung lelaki yang selama ini hanya berupa text di program chat.

"Yup" Bima tersenyum ramah.

"Boleh?.." Ujar Bima seraya menarik kursi yang berada tepat di hadapan Mila.

"Ya boleh dong....." Mila membalas dengan genit. Bima kembali tersenyum, lalu duduk dihadapan Mila. Mila tidak menyangka ia bisa langsung merasa nyaman dengan Bima, tadinya ia cukup khawatir, bahwa keadaan akan menjadi canggung ketika mereka bertemu, ternyata kekhawatiran itu tidak perlu.

Selama setengah jam, topik pembicaraan berkisar pada hal-hal umumnya sebuah perkenalan. Keluarga, pekerjaan, hobi (selain bondage tentunya ). Mila sebenarnya sudah tidak sabar untuk ganti topik, yaitu topik yang selama ini mereka komunikasikan lewat email atau chat, tapi ia merasa Bima harus mulai duluan. Dan itu terjadi sejam kemudian.

'Terus.. bondage?' Bima berkata, lalu meminum ice lemon tea melalui sedotan (Bima berkeras memesan Ice lemon tea, ternyata dia bukan penggemar kopi). Untung Mila tidak lagi minum kopinya, pasti dia tersedak.

"Iya...?" Mila jadi salah tingkah, entah kenapa gairahnya mulai muncul.

"Begini, terus terang, gue ngga mau berlarut-larut berbicara tentang hal ini. Toh kita berdua udah sering berdiskusi lewat internet, bahkan berbagi pengalaman. Gue udah tahu apa yang Mila suka, Mila juga tahu apa yang gue suka. Menurut gue, kita cocok. Sekarang masalahnya tinggal dua hal, kepercayaan dan ketertarikan. Apakah Mila percaya dan tertarik untuk praktek bondage dengan gue?"

Bima berkata dengan tenang. Mila melongo. Ia tidak menduga Bima akan begitu terus terang. Ia ingin marah, karena Bima seenaknya saja mengajak dia untuk praktek, tapi… setelah dipikir, Mila menghargai keterus terangan Bima. Toh ia juga menginginkannya, tapi.. ini menyangkut harga diri !

"Gini Bim, bukannya gue ngga mau, tapi…....."

"Butuh proses?" Potong Bima.

Mila kaget, lalu mengangguk. Bima tersenyum.

"Gue tahu untuk percaya sama gue butuh proses.. Dan gue juga mengambil resiko untuk menawarkan hal ini langsung… Tapi.. itulah yang gue tawarkan.. Gue bisa ngerti kalau Mila menolak, Cuma.. gue tantang Mila untuk menerima tawaran gue. Gue jamin.. pasti akan menjadi pengalaman yang sangat.. sangat.. indah" Bima kembali meneguk ice lemon tea-nya, tapi kini ia tidak menggunakan sedotan.

Mila termenung. Tangannya tiba-tiba menjadi dingin, jantungnya berdebar cepat. Perasaannya bercampur aduk. Mila menundukan kepalanya, ia tidak ingin Bima bisa melihat matanya, takut Bima bisa melihat bahwa Mila sangat ingin menjawab 'iya'.

"Gini deh, gue kasih waktu 5 detik. Mila tinggal mengangguk aja kalau mau, kalau ngga meng-angguk, berarti Mila ngga mau, dan gue ngga bakal nanyain hal ini lagi"

"Satu…"

Mila gelisah, ia tetap tidak bisa melihat Bima..

"Dua.."

Mila memandang mata Bima dengan pandangan memohon, detik itu Mila menggunakan segenap kemampuannya untuk menilai Bima melalui matanya. Berharap ada sebuah kekuatan jatuh ke dirinya untuk bisa melihat seperti apa hati Bima sebenarnya, tapi tentu saja itu tidak akan terjadi.

"Bim,.... jangan gini dong.. khan...."

"Tiga....."

Bima tidak memperdulikan rengekan Mila. Mila mencoba menganalisa situasi ini. Soal ketertarikan, tentu saja, itu tidak perlu dibicarakan lagi. Apalagi setelah ia melihat Bima secara langsung, ketertarikan kepada teman Bondage-nya yang satu ini semakin menjadi-jadi. Tapi pertanyaannya.. Apakah ia bisa mempercayainya? Ini adalah pertemuan pertama mereka di kehidupan nyata, memerlukan waktu bertahun-tahun untuk benar-benar percaya pada seseorang, bahkan itupun tidak menjamin.

"Bim, please…... It's too soon.....!"

"Empat.."

Mila semakin panik, ia merasa marah Bima menempatkannya pada posisi tersudut seperti ini, membuatnya merasa tidak berdaya. Tapi.. sesungguhnya keadaan ini membuatnya semakin bergairah...

"Li….."

"mmmm....mau deh....!" Jawab Mila hampir tidak terdengar karena pelannya sambil mengangguk.

Bima menghentikan ucapannya, lalu tersenyum lebar. Mila tidak percaya apa yang baru saja ia ucapkan. Ia merasa begitu rapuh. Kepalanya tertunduk, pipinya memerah. Bima menggunakan jarinya untuk mengangkat dagu Mila, lalu berhenti setelah mata mereka beradu.

"Trust me…" Ucap Bima sambil memandang Mila, tatapannya memberikan ketenangan dan kenyamanan yang Mila belum pernah rasakan dari lelaki manapun sebelumnya. Setelah percakapan yang intens itu, Bima tidak lagi membicarakan tentang Bondage, seperti percakapan itu tidak pernah terjadi. Kembali Mila dibuat bingung, tapi disaat yang sama ia lega, karena Bima tidak memanfaatkan kerapuhannya, seakan Bima mengerti bahwa membutuhkan waktu bagi dirinya untuk pulih. Tidak hanya itu, tapi mungkin Bima akan memberikan waktu bagi mereka untuk saling mengenal terlebih dahulu, pertanyaan tadi hanya akal-akalan Bima saja, kenyataan nya mereka tidak akan praktek dalam waktu dekat, pikir Mila. Sejam berlalu begitu saja, Mila dan Bima semakin akrab. Bima melihat ke arah jam tangan di lengan kirinya.

"'Mil, jam 7. Gue harus pulang."

Bima nampak kecewa, begitu juga Mila.

"Ada janji kencan ya?" Mila menyesal menanyakan hal itu sesaat setelah kata-kata keluar dari mulut-nya.

"Duuh.. kok gue jadi cemburu gini ya?" Pikir Mila dalam hati. Bima menggeleng.

"Ngga, cuman gue udah bilang ke nyokap bakal balik, mau makan malam bersama." Ujar Bima sambil bersiap-siap berdiri.

Family man, pikir Mila. How nice.

"Eh.. tapi, tentang yang tadi?"

Lagi-lagi Mila berbicara tanpa berpikir dan menyesal.

"Gue harusnya menyumpal mulut gue sendiri pake lakban" Pikir Mila.

Ide itu membuatnya bergairah.

Bima terhenti, lalu memandang Mila.

"Oh itu..... Ngga perlu khawatir, sayang.. tentang hal itu, kamu ngga usah khawatir".

Dia memanggilku sayang, pikir Mila.

Ia berusaha supaya pipinya tidak memerah, tapi percuma. Bima tertawa kecil melihat tingkah laku Mila, lalu berdiri.

"Gue seneng banget akhirnya kita bertemu. Gue yakin pertemuan ini cuma awal. Dan gue bisa pastiin pertemuan berikutnya bakal lebih… exciting, to say the least."

Mereka akhirnya mengucapkan salam berpisah, Bima berjanji ia akan menghubungi Mila. Mila melihat sosok Bima keluar dari Starbucks, dan akhirnya hilang dari pandangannya. Sejenak Mila termenung, selama 10 menit ia duduk sendirian di kafe yang semakin lama semakin disesaki muda-mudi metropolitan. Tapi Mila tidak peduli.

"Ganteng juga,... kayak Charly ST 12,.......Dia manggil gue sayang.." Mila masih berada di alam- nya sendiri.

Berminggu-minggu kemudian, jarang sekali terdengar kabar dari Bima. SMS-nya yang masuk handphone Mila juga frekuensinya makin lama makin menurun. Apakah dia melupakan gue? Jangan-jangan dia udah menemukan wanita yang lebih cantik dari gue? Beribu pertanyaan ada di benak Mila. Pernah dia memutuskan untuk menelepon handphone Bima, tapi sungguh mengecewakan hasilnya.

"Gue lagi sibuk Mila, Sorry… Ntar deh gue kabarin kalo gue udah santai ya? Kamu ngerti kan?" Ujar Bima, di latar belakang terdengar suara-suara orang bercanda.

"Gue ngga ngerti!" ingin sekali Mila berontak.

Tapi tentu saja yang keluar dari mulutnya hanyalah kata-kata pengertian. Harga diri Mila terlalu tinggi untuk mengambil langkah pertama, harga dirinya itu jugalah yang membuat keadaan ini semakin menyakitinya. Mila tidak habis pikir bagaimana Bima telah menyia-nyiakan dirinya. Pingin sekali ia marah, bagaimana tidak? Bima telah menempatkan dirinya di situasi yang sangat tidak nyaman ketika mereka bertemu, dan setelah dirinya seakan-akan 'merelakan' dirinya kepada Bima, justru Bima yang sekarang tidak menggubrisnya. Ugh! Mila berusaha melupakan nya. Ia menyibukkan dirinya dengan berbagai aktivitas, ia tidak akan membiarkan Bima berengsek itu mematahkan hatinya dan membuat dirinya merasa tidak berharga. Bahkan ia bekerja hingga larut malam, supaya ketika ia tiba dirumah, rasa lelah akan memaksanya untuk langsung tertidur, tidak ada waktu untuk merenungkan apa yang telah terjadi.

Seperti hari Selasa itu, Mila memutuskan untuk mengambil lembur, waktu menunjukkan pukul 19.45. Rekan-rekan kerjanya juga sudah maklum, memang beberapa minggu terakhir ini Mila rajin sekali. Mungkin Mila lagi butuh banyak duit, atau mungkin pingin promosi, pikir mereka. Sudah 1 jam Mila berkutat di depan komputernya, lembar-lembar spreadsheet berisi angka-angka terpampang di monitor. Ruangan luas yang tersekat-sekat menjadi beberapa tempat kerja itu telah terlihat sepi. Hanya Mila dan 2 orang lagi yang berada di ruangan itu. Bank yang berada di lokasi Jalan Setiabudi itu memang tutup jam 5, tidak heran keadaan sepi di jam 6 ini. Mila menarik napas panjang, sejenak ia berhenti dan meregangkan tangannya ke atas. Ia berdiri untuk meluruskan kakinya, sekalian melihat keadaan ruangan itu. Terlihat Pak Rijo yang mejanya terletak beberapa langkah di kiri meja Mila masih sibuk mengetik. Jauh di depan terlihat Ibu Risa yang sibuk memeriksa buku laporan. Keduanya berumur sekitar 35 tahunan, dan masih single. Mungkin itu alasan mereka begitu rajin di kantor, toh mereka tidak ada alasan untuk pulang cepat. Fakta itu kembali mengingatkan Mila terhadap kesendiriannya. Masalah bondage memang telah menjadi penghalang baginya dalam membina sebuah hubungan. Bila ia membina hubungan dengan seseorang yang tidak bisa menerima fetish bondage-nya, percuma saja, pikir Mila. Oleh karena itu timbul harapan besar ketika ia akhirnya menemukan Bima. Tapi lihat dirinya sekarang, bekerja sampai larut malam untuk melupakan seorang lelaki. Menyedihkan.

“ptaak,.. ptook,.... ptaak,... ptook,...!” bunyi langkah sepatu Mila menuju kamar mandi terdengar di lantai marmer Bank itu. Pakaian kerjanya yang berupa blouse ala shanghai warna biru dengan kancing putih berjejer rapih dari leher ke pusarnya, dipadu dengan rok mini berwarna abu-abu masih terlihat rapih. Tas hitam kecil tergantung di lengannya. Paha dan kaki putih mulusnya terlihat kontras dengan sepatu pantofel bertali hitamnya. Menawan, begitulah penampilan Mila. Mila mendorong pintu kamar mandi. Cermin besar menempel di dinding, menutupi hampir setengah bagian dari kamar mandi itu. Wastafel dengan teknologi sensor mengingatkan betapa modern-nya Bank itu. Mila mendekatkan tangannya ke wastafel, seperti sulap air otomatis mengucur keluar. Mila memandang refleksi dirinya di cermin. Gue cukup cantik kok, tubuh gue juga proporsional, pikir Mila. Ia mengibaskan rambut hitam panjangnya ke belakang. Jadi model shampoo juga bisa. Pikir Mila lagi. Dari tas kecilnya Mila mengeluarkan botol parfum. Ia teringat Bima pernah bercerita tentang kegemarannya terhadap bau tubuh wanita. Mila menoleh ke kiri lalu ke kanan, memastikan ia sendirian, lalu mendekatkan hidungnya ke ketiaknya sendiri. Bau khas aroma ketiak terasa cukup tajam. Mila tersenyum. Smell what you've been missing Bima. Mila terkekeh, lalu ia merasa bodoh telah membaui ketiaknya sendiri. Ujung botol parfum itu ditekan oleh Mila, semprotan cairan parfum diarahkan ke bagian ketiak, dan lehernya. Mila menggunakan balik tangannya untuk mengusap parfum di lehernya.

'Brak' Terdengar suara dari dalam salah satu ruang toilet. Ternyata ada orang lain di kamar mandi ini. Jangan-jangan dia melihat gue nyium ketiak gue sendiri, pikir Mila malu. Tapi itu tidak mungkin. Terlihat dari sela di bawah pintu lap pel bergerak-gerak di lantai. Mila baru menyadari ada sebuah kereta dorong besar di pojok ruangan. Cleaning Services yang diambil dari outsourcing baru, pikir Mila. Pasti dia kesal kalau dia tahu Mila baru saja mengotori wastafel dan harus kembali membersihkannya. Pintu toilet itu terbuka, tapi tidak seperti yang Mila bayangkan, pintu itu terbuka dengan keras. Sesosok tubuh besar keluar dari dalam toilet. Sosok itu mengenakan seragam terusan putih, topi putih, kacamata hitam, dan masker putih. Ia bergerak cepat, hampir berlari, mendekati Mila. Mila berdiri terpaku, pikirannya kosong, ia tidak tahu harus berpikir atau bertindak apa.

Sesaat kemudian, sosok itu telah berdiri di hadapan Mila, Mila membalikan tubuhnya untuk berlari menuju pintu kamar mandi, tapi terlambat. Lengan yang kekar telah merangkul pinggang Mila dari belakang. Tangan muncul dari sisi yang lain, membekap mulut Mila. Kini Mila sadar sosok itu juga ternyata menggunakan sarung tangan latex berwarna putih. Ia bisa merasakan bahan latex itu mencengkram mulutnya dengan sangat kuat. 'Hmmff…!' Suara Mila tertahan.

“Ia ingin menculikku....!!??” rasa takut mulai membelenggu Mila. Secara reflek kedua tangan Mila yang masih terbebas berusaha melepaskan tangan yang membekap mulutnya. Tapi dengan lihai, lengan yang tadi melingkar di pinggul, menarik kedua tangan Mila ke bawah, lalu kembali melingkari tubuh Mila, tapi kini menahan kedua lengan Mila di samping sehingga tidak bisa berbuat banyak. Entah betapa seringnya Mila membayangkan dirinya dalam situasi ini, tapi sekarang ketakutan dan kepanikan menutupi gairahnya. Khayalan dan realitas memang sangat berbeda. Sosok itu mulai menarik Mila menjauh dari pintu kamar mandi, menuju ke pojok ruangan di mana kereta barang berada.

Kaki Mila ingin sekali melakukan perlawanan, tapi entah kenapa rasa kaku menjalar di tubuhnya. Sosok itu berhenti. Sejenak kemudian lengan yang me-lingkar di tubuhnya lepas, kedua tangan Mila kembali bisa bergerak. Tapi bukannya berusaha menarik tangan yang membekap mulutnya, Mila mencoba cara lain. Ia mengayunkan tangan kiri sekeras-kerasnya ke belakang, yakin akan mengenai perut si Penyerang. Tapi ternyata gerakan itu telah diantisipasi, Mila hanya mengenai udara. Lebih buruk lagi, kesalahan perhitungannya membuat keseimbangan tubuhnya goyah. Mila pasti terjatuh ke lantai dengan keras bila si Penyerang tidak memegang nya. Situasi ini dimanfaatkan secara sempurna oleh si Penyerang, dengan mudah ia membaringkan Mila di lantai kamar mandi dalam keadaan telungkup.

Mila merasakan dengkul si Penyerang di punggungnya, ia mencoba menggunakan kedua tangannya yang bebas untuk mendorong lantai, menolongnya untuk berdiri, tapi sia-sia, si Penyerang terlalu kuat dan berat. Sadar akan hal itu, Mila berusaha menggunakan tangannya untuk tujuan lain, menggapai sosok itu. Dengan liar kedua tangan Mila bergerak. Percuma, kedua tangannya hanya bisa bergerak di samping, sekali lagi dengkul sialan itu menahan pergerakan Mila. Mila lalu menyadari hal yang lain, mulutnya telah terlepas dari bekapan. Mila berusaha berteriak, berbicara, apapun, asalkan bersuara. Yang keluar hanya suara napas terengah-engah. Dengkul si Penyerang tidak hanya membuatnya tidak bisa berdiri, tapi juga membuatnya sulit bernapas. Mila menyimpulkan ia harus mengumpulkan napas terlebih dahulu sebelum bisa berteriak. Beberapa detik Mila tidak bergerak, berharap si Penyerang akan menduga Mila telah menyerah, padahal Mila sedang bersiap-siap untuk mengeluarkan teriakan yang akan membuat penyanyi opera gendut bangga.

"To…gfffffffmmm…mmmphhh..!!" Antisipasi! Sekali lagi si Penyerang telah menebak apa yang ada di pikiran Mila. Segumpal kain telah berada di dalam mulutnya. Tepat ketika Mila hendak berteriak, si Penyerang menyumpalkan kain ke dalam mulut Mila. Kain itu cukup besar, menyebabkan pipi Mila menggelembung, seperti sedang cemberut. Mila tahu sebentar lagi si Penyerang akan memastikan kain itu tetap berada di dalam mulutnya. Benar saja, sebuah scarf digunakan untuk mengikat mulut Mila. Yang membuat kaget Mila adalah betapa ketatnya scarf itu diikat.

Pipi Mila terasa tertekan begitu kencangnya sehingga terasa sakit. Seumur hidupnya Mila belum pernah diikat mulutnya sedemikan kencang. Memang Mila sering mengalami bondage dan gag dengan Pria Idaman Lainnya, yaitu mantan Direktur Pemasaran di bank tempatnya bekerja, namun tidak seperti yang dia alami sekarang.

Gairahnya mulai muncul. 'Mmmff…mmmffghhh….!' Mila seolah melakukan tes terhadap sumpalan mulutnya. Scarf warna hijau itu sukses menahan kain sumpalan tetap pada tempatnya, yaitu di dalam mulut Mila. Mila bisa membayangkan seperti apa wajahnya sekarang, scarf hijau terikat di mulutnya diantara bibir, kain putih yang menyumpal mulutnya sedikit terlihat menyembul dari rongga-rongga mulutnya. Si Penyerang mengalihkan perhatiannya ke kedua tangan Mila, yang mulai bergerak menuju scarf hijau. Dengan tangkas kedua tangan Mila di tarik ke belakang, seutas tali panjang dengan cepat mengitari pergelanganan tangannya, lalu Mila merasakan proses cinching di tali, proses yang sering ia lakukan pada dirinya sendiri ketika melakukan self-bondage di dalam kamarnya sesaat sebelum tidur.. Selanjutnya Mila merasakan kedua sikunya ditarik ke belakang. 'Hmmfff…!!' Mila mengerang, tanda kesakitan. Kedua sikunya agak direnggangkan, setelah itu dengan cepat dililit oleh tali, menyisakan sedikit tempat bagi Mila untuk menggerakkan lengannya. Sekali lagi proses clincing memastikan ikatan di sikunya benar-benar kuat. Mila menggerak-gerakan tangannya, ikatan-ikatan itu hanya menyisakan sedikit ruang saja bagi Mila untuk bergerak. Percuma!

Kaki.....! Mila teringat akan anggota tubuhnya yang dari tadi terasa kaku. Target berikut dari ikatan si Penyerang. Mila sadar ini adalah kesempatan terakhirnya bila ia ingin terbebas,sebelum ia benar- benar tidak berdaya. Meskipun gairahnya sudah memuncak, tapi Mila masih menyadari keselamatan dirinya adalah nomor satu. Mila menoleh ke samping, dari sudut matanya ia bisa melihat si Penyerang mendekati kakinya, seutas tali panjang berada di genggaman tangannya.


Apa yang dilakukan tubuh Mila berikutnya tidak hanya mengagetkan si Penyerang, tapi Mila sendiri. Dengan keras ia menghentakan kaki kanannya ke dada si Penyerang, diikuti oleh tendangan dengan kaki kanan ke arah kepala. Tepat sasaran! Si Penyerang terjatuh ke belakang. Terdengar suara erangan yang cukup keras. Mila mengumpulkan seluruh tenaganya untuk berusaha berdiri. Ternyata tidak segampang yang ia duga, tangannya yang terikat kebelakang dengan ketat membuatnya seakan tidak memiliki tangan, memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan keadaan barunya ini. Tapi waktu adalah sesuatu yang Mila tidak miliki saat ini. Akhirnya Mila berhasil setengah berdiri, bertumpu pada kedua dengkulnya, Mila dihadapkan pada pilihan, berjalan dengan kedua dengkulnya ke arah pintu keluar kamar mandi atau berusaha berdiri tegak terlebih dahulu. Mila memilih yang terakhir.

Pertama ia menapakan kaki kanannya di lantai, entah kenapa tapi kakinya terasa seperti agar-agar. Dengan bertumpu pada kaki kanan, Mila menaikan tubuhnya. Mila menoleh untuk melihat si Penyerang, ia masih terduduk di lantai, kedua tangannya memegang kepalanya. Sebuah luka terlihat di pelipis kanan, darah mulai mengucur. Si Penyerang mendongak dan melihat ke arah Mila, dari balik kaca mata hitamnya, Mila bisa melihat amarah di mata si Penyerang. Mila bergidik, lalu membuang pandangan nya ke arah pintu kamar mandi. My only way out. Mila mulai melangkah, pertama kaki kiri lalu diikuti kaki kanan, setiap langkah Mila semakin percaya bahwa ia akhirnya akan keluar dari kamar mandi laknat ini. Mila mulai mempercepat langkahnya. Tinggal beberapa langkah lagi dan gue akan terbebas! Mila akan bergegas ke ruangan kerjanya dan meminta tolong rekan-rekannya dikantor untuk membebaskan tali-tali yang mengikatnya, teman-temannya pasti akan terkejut melihat pemandangan Mila yang tangannya terikat kebelakang dan mulutnya yang tersumpal erat, lalu hanya bergumam “mmmppphhhh.....!!” meminta tolong; dalam bayangan Mila.

Tapi Mila terlalu cepat merasa berhasil. Si Penyerang telah mengepel seluruh bagian lantai kamar mandi sebelumnya, ia tahu sepatu pantofel Mila dan lantai licin tidak akan bersahabat. Ketika Mila berlari menuju pintu, lantai dan sepatu pantofel mulai bereaksi, dan Mila pun melayang. Bila kedua tangannya bebas, mungkin Mila bisa menyeimbangkan dirinya, tapi dengan kedua tangan yang terikat dengan erat di belakang tubuhnya, justru tangannya menjadi pemberat, dan Milapun terjerembab ke belakang. ' Uffff.hhh….!' Tangannya terasa sakit sekali, terutama pundaknya yang menyerap kontak dengan lantai. Untung saja reflek Mila masih berfungsi sehingga kepalanya tidak terbentur. Mila panik. Ia berusaha kembali berdiri, tapi posisinya yang terbaring di lantai dengan tangan dibelakang, membuatnya merasa seperti kecoa yang terbalik. Tidak hanya itu, tenaganya juga sudah terkuras habis akibat usaha pertamanya tadi. Mila terbaring lemas. Yang ia takutkan sekarang ialah amarah si Penyerang yang bisa ia lihat sudah mulai bangun.

"Hmmm..pphhh… mmmmpphhh….mmmmpppphhhhh…."

Kini Mila bukan berusaha berteriak minta tolong, tetapi berusaha meminta belas kasihan si Penyerang. Baju putih bersih si Penyerang sekarang dihiasi oleh bercak darah segar. Ia mendekati Mila, melangkah secara hati-hati, ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan Mila. Mila bisa mendengar nafas berat si Penyerang. Dengan gerakan yang cepat si Penyerang menjambak rambut Mila. 'Hh..fff…! hhh.ff.f…!' Mila histeris, matanya terpejam, ia tidak ingin melihat apa yang akan dilakukan si Penyerang berikutnya. Apa ini akhir hidup gue? Mila bertanya-tanya dalam hati, lalu mulai berdoa. Tapi si Penyerang melepaskan genggamannya. Mila belum ingin membuka matanya. Lalu Mila merasakan lilitan tali di pergelangan kakinya, kali ini ia merasa si Penyerang mengikat secara lebih kasar dan keras. Bisa dimengerti mengingat luka yang ada di pelipis kanannya. Setelah itu, dengkul Mila diikat sama ketatnya. Mila merasakan tangan-tangan melingkar di lengan dan pinggulnya, detik kemudian Mila terangkat ke atas. Ini pertama kali dalam hidupnya Mila digendong di pundak seseorang. Ia merasa sangat tidak berdaya. Kembali gairah itu muncul.

Si Penyerang menurunkan Mila ke dalam kereta dorong yang ternyata isinya kosong. Mila membuka mata, ia melihat si Penyerang sedang membuka sebuah botol, sehelai saputangan putih bergaris hitam berada di genggamannya. Obat bius. Chloroform? Oh, betapa seringnya Mila berfantasi dibius, lalu diculik oleh seseorang, tapi ini bukan saatnya berfantasi. Ini kenyataan yang buruk. Mila menyiapkan dirinya untuk menghirup cairan pembius, tapi si Penyerang ternyata tidak membekapkan saputangan yang sudah basah itu ke hidung Mila, ia melipat scarf itu menjadi segitiga lebar, lalu mengikatkannya di mulut dan hidung Mila. Mila mencoba menahan nafasnya selama mungkin. Sia-sia. Beberapa detik kemudian bau menyengat memasuki saluran pernafasan Mila, tapi anehnya Mila tidak langsung pingsan. Ia hanya merasa lemah lunglai, kini bahkan ia tidak bisa mengangkat kepalanya sendiri. Si Penyerang memasukan handuk-handuk putih ke dalam kereta dorong, menutupi Mila, setelah itu ia menutup kereta dorong dengan terpal putih. Selanjutnya Mila meraskan kereta dorong itu mulai berjalan.

Saat terakhir yang Mila ingat dalam keadaan setengah sadar ialah ia di angkut ke dalam bagasi mobil. Suara pintu bagasi ditutup seperti menandakan hilangnya kebebasan bagi dirinya. Setelah itu ia tertidur lelap bagaikan putri tidur.

*****

Ketika Mila membuka mata, dunia telah berubah menjadi gelap. Sesaat ia panik, menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Tetap gelap. Mati lampu? Apa gue bermimpi? Tapi kenyataan pahit merasuk ketika Mila berusaha menggerakan tangan dan kakinya. Terikat erat & ketat.
Kejadian di kamar mandi kantornya mulai kembali masuk ke ingatannya. Bukan mati lampu, mata gue ditutup… Mila sadar dirinya dalam keadaan terduduk, lalu berusaha untuk berdiri. Entah kenapa selalu gagal, seperti ada yang menghambatnya. Berkali-kali ia terjerembab, sampai akhirnya sadar bahwa ikatan tangan dan kakinya disatukan oleh sebuah tali yang lain. Tidak bisa berdiri, Mila berusaha untuk merangkak, mencari jalan keluar. Tapi baru beberapa senti Mila merangkak, sebuah tali di lehernya mencegah Mila untuk bergerak lebih jauh. Keputus asaan yang dalam melingkupi perasaan Mila. Seakan semua harapan untuk melepaskan diri telah terputus. Mila telah diculik!!

Mila mulai menangis. Awalnya pelan-pelan, tetapi seperti bendungan yang jebol, tangisan Mila semakin menjadi-jadi. Sekitar setengah jam Mila menangis, entah apa yang membuatnya berhenti. Mungkin Mila menyadari bahwa tangisan tidak akan membantu apa-apa, tapi yang lebih pasti adalah fakta bahwa Mila mulai merasakan gairah yang selama ini belum pernah ia rasakan. Gairah bercampur malu. Mila merasa malu ia merasakan gairah ini. Untung saja si Penculik tidak melihat Mila mulai terangsang dalam keadaan terikat begini. Atau… Bisa aja dia memperha
tikan gue selama ini… duduk di sofa empuk di hadapan gue, menonton bagaimana gue berkali-kali terjatuh, bagaimana gue nangis, dan… Melihat bagaimana gue mulai horny.. Uhh.. Gue ngga boleh memperlihatkan gue horny…Bisa bahaya!

Menit berikutnya, Mila berusaha keras melawan gairahnya sendiri. Ia mengatur nafasnya, yang tadi mulai tersengal-sengal, kini sudah mulai bisa teratur. Mila mencoba berpikir, mungkin itu bisa membantunya melupakan gairahnya sendiri. 'Bima......!!!' Seakan ada halilintar di siang bolong, nama itu tiba-tiba muncul, lengkap dengan lampu neon yang terang, di dalam bayangan Mila. Astaga!! Ini pasti kerjaan Bima...!! Betapa bodohnya gue!! . Seketika itu juga ada perasaan tenang, lega bahkan bahagia ketegangan dan ketakutan berubah jadi perasaan pasrah.... 'hhh..ff…hhff..bbffmmpph…'

Mila tertawa dari balik sumpalan mulutnya. Tapi.. belum pasti.. jangan terlalu senang dulu Mila… Mila berkata pada dirinya sendiri. Mila menenangkan dirinya sendiri. Menunggu. Itulah yang bisa dilakukannya saat ini. Menunggu dan menunggu.

Tidak terasa Mila tertidur, rasa capek tidak bisa dipungkiri Mila, sejam yang lalu Mila memutus- kan untuk mengistirahatkan kepalanya ke tiang, dan akhirnya matanya tertutup. Sebuah suara membangunkan Mila. Ia merasakan kepalanya dipegang, terdengar suara lakban dibuka. Mila tidak merasakan sakit karena lakban itu tidak langsung menempel ke kulit, melainkan menempel di pantyhose. Cukup lama juga waktu yang dibutuhkan untuk lakban itu akhirnya terbuka. Mila berharap seluruh lakban akan dibuka, tapi nampaknya keberuntungan sudah meninggalkan Mila sejak ia masuk ke dalam kamar mandi beberapa jam sebelumnya. Hanya bagian mata saja yang dibuka, sehingga kini Mila akhirnya bisa melihat terang kembali. Mila mengedipkan mata beberapa kali, tapi pandangannya masih saja terasa kabur, sebelum sadar bahwa matanya masih tertutup oleh lapisan pantyhose. Mila melihat sesosok tubuh berjalan menjauh dari dirinya, mendekati sebuah meja. Sosok itu mengambil sesuatu dari meja, lalu kembali mendekati Mila. Semakin dekat, Mila semakin yakin barang yang diambil dari meja itu adalah sebilah pisau. Mila panik, lalu berontak dengan liar. Pisau itu mendekati mata Mila, lalu terdengar suara pantyhose yang dirobek. Ternyata pisau itu digunakan untuk merobek pantyhose yang menutup bagian mata Mila, sekarang Mila bisa melihat secara jelas. Meskipun membutuhkan waktu sampai pandangannya kembali normal. Ruangan kamar itu cukup luas, bergaya arsitektur post modern. Berlangit-langit tinggi, dan berlantaikan kayu parkit. sekitar 4 meter di depannya, Mila bisa melihat sebuah lemari pendek, berisi peralatan stereo, dan diatasnya tergantung layar TV LCD besar yang berbentuk persegi panjang. Kini Mila sadar dirinya tepat berada di tengah ruangan, diikat di sebuah tiang yang terbuat dari besi. Seorang wanita duduk dengan kaki bersilang di bangku antik disebelah lemari pendek. Ia mengenakan korset hitam, payudaranya yang besar tertahan oleh ikatan korset yang kencang. Ia juga memakai stocking hitam berenda, lengkap dengan garter belt, dan sepatu hitam berhak tinggi, modelnya serupa dengan yang Mila sedang pakai. Wajahnya nampak menggunakan make up tebal, tapi tidak bisa terlihat seluruhnya karena ia memakai topeng scarf berwarna hitam ala perampok di jaman koboi. Sebuah rokok terselip di jemari tangan kanannya. Mila tertegun. Ternyata bukan Bima yang nyulik gue...…Harapan terakhirnya baru saja masuk ke tong sampah. Lebih buruk lagi, ia diculik oleh seorang wanita yang entah kenapa menggunakan pakaian seksi di hadapan dirinya.

"Halo Mila" Sapa wanita itu. Suaranya agak bergetar. Tegang? Mungkin.. Horny? Mila mencoba menghilangkan pikiran itu dari otaknya.

"Bingung?" Tanya wanita itu. Suaranya menjadi agak bergumam karena tertutup scarf, tapi masih jelas untuk diartikan. Mila diam saja. Toh dia tidak bisa menjawab dengan sumpalan mulutnya yang ketat. 'Ehh… Jawab bego!' Wanita itu tiba-tiba berdiri, mengacungkan sebuah cambuk di tangan kirinya yang baru terlihat oleh Mila. Astaga!! Mila baru menyadari sesuatu. Dia seorang Mistress! Perasaan lega, pasrah dalam bahagia tadi entah hilang kemana di ganti ketakutan yang mencekam membelenggu dirinya.

"Mmmpphhh…." Mila mengangguk-ngangguk. Ia tidak ingin merasakan cambuk mengenai kulitnya.

"Bagus. Lo harus jawab semua pertanyaan gue, ngerti Bego?" Wanita itu berjalan di depan Mila, memamerkan cambuknya. Wanita itu ternyata cukup berisi, tapi tidak dalam batas yang berlebihan. Rambut hitamnya menjurai ke pundaknya. Tidak teralu cantik dan tubuhnya tidak begitu proporsional, tapi dengan pakaiannya yang seksi ditambah make up, ia cukup menggairahkan.

"Mmmppphhhh......" Mila kembali mengangguk.

"Gue Mistress Nadien. Mulai saat ini lo adalah budak gue" Suara Nadien masih bergetar, tapi tetap berwibawa.

Sejenak Mila bingung bagaimana dia bisa diculik oleh Nadien, Mila tidak mengenal dia, dan bahkan Mila yang terkenal ramah, supel dan selalu bergaul dengan siapa saja itu tidak merasa punya musuh.

"Lo slave cewek gue yang pertama. Biasanya gue lebih suka penis daripada vagina, tapi selalu ada yang pertama bukan?" Nadien tertawa mengejek. Mila menjadi mual mendengarnya. Selama ini Mila menganggap dirinya wanita normal. Ok, gue punya fetish slave bondage, tapi at least orientasi gue tetap cowok! Nampaknya Nadien bisa membaca ketakutan di mata Mila. Ia mendekati Mila yang terduduk, lalu secara mengejutkan mendekatkan bagian selangkangannya ke hidung Mila. Tangan Nadien memegang belakang kepala Mila, memaksa Mila mencium vagina Nadien yang masih tertutup oleh celana dalam hitam.

"Rasain nih… lo bakal sering nyium, jadi mulai biasain dari sekarang!" Nadin menjambak rambut Mila, lalu menggunakannya untuk mengontrol kepala Mila, sehingga ia bisa menggesek-gesekan hidung Mila di vaginanya sesuka hatinya.

"Mmmppphhh..! Mmmmpppphhhhhh….!!!!" Mila berusaha protes. Tapi apa daya, hidung Mila terpendam di vagina Nadien yang untungnya masih tertutup celana dalam. Mila bisa merasakan celana dalam Nadin yang ternyata basah, dan dari vaginanya timbul bau khas yang Mila sangat kenal.

"Enak?" Nadien terkekeh sambil terus menggesekan vaginanya ke hidung Mila. Tiba-tiba Nadien berhenti.

"Keenakan lo ya? Dasar bitch!" Nadin melepaskan kepala Mila.

Mila tahu seharusnya ia merasa jijik saat itu, tapi anehnya tidak. Justru… ia sedikit menikmati hal tersebut. Ia berusaha menyangkal kenikmatan itu, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Ini membuat Mila merasa semakin hina dan malu.

"Gue bakal kasih lo kesempatan terakhir buat muasin diri lo. Jadi jangan sia-siain" Nadin berkata dengan datar. Apa maksudnya? Mila bertanya-tanya dalam hati. Mila menunggu. Nadien menyalakan sebuah layar TV LCD dihadapan Mila. Terlihat sebuah DV Cam berada di atas lemari pendek, Kumpulan kabel keluar dari DV Cam itu lalu masuk ke TV LCD. Terlihat layar TV yang tadinya hitam, kini berubah menjadi biru. Nadien menjauh dari TV, mendekati Mila. Di tangan kirinya, cambuk telah diganti oleh sebuah remote control. Dan di tangan kanannya, rokok telah diganti sebuah alat berbentuk lonjong, dengan ujung berbentuk bola. Vibrator. Mila langsung mengenali alat itu. Ia juga memiliki satu di rumahnya, terkunci dengan aman di salah satu lemari pakaiannya. Nadien meletakan remote control di lantai dekat Mila terduduk, lalu berjongkok. Dengan tangkas Nadien menyelipkan vibrator masuk ke dalam rok mininya, lalu menaruhnya diantara selangkangan Mila, dengan ujung yang berbentuk bola menyentuh bagian vagina. Merasa rok mini menjadi pengganggu, Nadien menariknya ke atas, melipatnya, sehingga kini terlihat celana dalam Mila yang berwarna krem. Nadien tersenyum. Celana dalam itu terlihat basah.

"Dasar bitch.. " Nadien berkata sambil mengelus permukaan celana dalam Mila, Mila merinding merasakan jemari Nadien menyentuh bagian tubuh paling pribadinya itu. Nadien berhenti, kembali berkonsentrasi pada tugas yang ada di depannya. Vibrator itu ia rapihkan posisinya, sehingga ujungnya tepat menyentuh bagian paling sensitif di vagina Mila. Setelah itu, untuk memastikan vibrator itu tetap pada tempatnya, Nadin mengambil seutas tali, diikat melilit kedua paha Mila, membuat vibrator itu terjepit oleh kedua pahanya sendiri. Proses cinching agak lebih sulit karena melawati bagian antara paha yang rapat, tapi Nadien nampaknya sudah terlatih. Mila mendengus-dengus, berusaha menggeser letak vibrator itu.

"Heh! Dasar bego! Ini kebaikan hati gue, lo bisa nikmatin ini! Ini terakhir kali lo bisa ngerasa nikmat! Abis ini, tugas lo untuk muasin gue, ngga boleh muasin diri lo lagi! Ngerti ??!" Nadien berubah menjadi garang. Sekali lagi rambut Mila menjadi sasaran jambakan Nadien.

"Mmhhh..ammhhh…!" Mila memohon ampun atas kebodohannya, mengangguk-angguk, yang justru membuatnya merasa sakit karena rambutnya dipegang oleh Nadien. Masa depannya sebagai budak Nadien melintas di bayangan Mila. Setelah rambut dilepaskan, Nadien berjalan ke belakang Mila, menghilang.

Layar biru di TV LCD berubah menjadi sebuah tontonan. Terlihat sebuah ruangan besar. Nampaknya kamera diletakan di ujung atas ruangan, sehingga seluruh ruangan bisa terlihat dengan jelas. Ruangan itu kosong, dengan beberapa bilik toilet yang terbuka. Seseorang serba putih memasuki ruangan itu, mendorong kereta dorong. Kamar mandi laknat.. Mila tersadar apa yang sedang dan akan dilihatnya. Ia akan melihat proses penculikan dirinya! Sosok serba putih tersebut memasuki bilik toilet paling ujung sambil membawa lap pel. Nadien terlihat lebih besar di TV… mungkin efek kamera yang diletakan di atas.. pikir Mila.

"Ngebosenin.... kasian juga lu yah nungguin lama di kamar mandi… gw cepetin aja deh" Terdengar suara Nadien dari arah belakang.

Nungguin lama? Perasaan gue cuman nunggu 5 menit sebelum diculik. Dan gue ngga bakal nyebut itu 'nunggu', kalo gue tau gue bakal diculik, gue bakalan kabur duluan!' Pikir Mila. Terlihat proses fast-forwaring di layar, sosok serba putih itu bergerak layaknya The Flash, tapi karena ia hanya terduduk di toilet, tidak banyak bergerak, efek itu tidak begitu terlihat. Video itu kembali bermain dengan kecepatan normal. Terlihat Mila memasuki ruangan itu. Mila mengeluarkan sisir, lalu mulai menyisir rambut hitam panjangnya dengan pelan. Setelah itu mencuci tangan di wastafel berteknologi sensor. Mila tahu apa yang akan dilakukan dirinya, hal yang memalukan. Mila mengangkat lengannya, lalu mencium ketiaknya sendiri.

"Hahaha….!! Smile you're on stinkin' camera! Dasar jorok lo bego..!" Nadien tertawa-tawa dengan senang. Mila hanya bisa merengut malu. Kejadian yang tadinya begitu kabur di ingatan Mila, sekarang terlihat jelas di TV. Sosok serba putih itu mendekati Mila, berjalan cepat. Sebenarnya gue bisa kabur kalau gue langsung lari. pikir Mila.

"Lo lambat banget sih, dia bisa kabur tauk!" Nadin mengomel dari belakang. Mila terlampau serius melihat layar TV, tidak begitu memproses apa yang Nadin katakan. Tiba-tiba vibrator di selang
kangan Mila mulai menyala.

"Hmmhhh..!?" Mila melonjak kaget.

"Manfaatin waktu lo sebaik-baiknya.. Kalo lo ngga orgasme abis film-nya selesai, bakal ada hukuman, ngerti?!" Nadien membentak dari belakang.

Hukuman? Mila teringat akan cambuk yang kini tergeletak di atas lemari pendek. Adegan di TV terus berlangsung tanpa jeda. Mila melihat dirinya disergap, bagaimana ia berusaha untuk berteriak namun sia-sia. Lalu tubuhnya diseret ke belakang. Sosok serba putih itu melepaskan pegangan di tubuh Mila, ternyata ia sedang merongoh sakunya, mengeluarkan segumpal kain. Mila mengayunkan lengannya ke arah dada sosok itu, tapi telah diantisipasi, keadaan itu digunakan sosok serba putih itu untuk menjatuhkan Mila ke lantai. Kejadian tersebut ternyata berjalan cepat, tidak seperti yang dirasakan oleh Mila ketika itu. Mila mulai terangsang.

Di layar TV sedang diputar adegan penculikan dirinya sendiri, yang sudah berkali-kali ia bayangkan dalam lamunannya, yang biasanya ia lakukan sambil bermasturbasi. Tidak jarang sambil berself bondage ria. Kini ia berada dalam keadaan tidak berdaya, tangan dan kaki terikat erat dan ketat, mulut tersumpal. Ia disajikan tontonan spesial, yaitu adegan penculikan dirinya. Belum lagi sebuah vibrator yang pelan tapi pasti merangsang dirinya. Andaikan situasinya lain, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Tubuh Mila mulai bereaksi dengan hebat, ia meronta-ronta, bukan untuk melepaskan diri, tapi untuk semakin merasakan betapa tidak berdaya dirinya saat ini.

"Mmpphhh… mmpphhhhhh…!! Mmmppphhhhh…,,,!" Mila semakin terangsang mendengar suara gumaman dirinya sendiri. Tidak hanya itu, Mila yang ada di TV juga kini mulutnya telah disumpal, dan diikat scarf hijau. Stereo system canggih membuat suara dibalik sumpalan mulut Mila menjadi semakin jelas. Secara bersaut-sautan suara gumaman itu terdengar.

"Mmmppphhhh.....…!" Mila bersuara.

"Mmmff…mmmffghhh….!" Mila yang di TV membalas. Vibrator itu kini menyala lebih kencang, Mila bisa merasakannya. Keringat mulai membasahi tubuh Mila. Tubuh Mila bergetar.

"Mmhhh… mmhh…" Terdengar suara gumaman dari belakang Mila.

Astaga,... Nadin juga ternyata sedang bermasturbasi! Pikir Mila. Suaranya terdengar berat, hampir menyerupai suara lelaki.

Sekarang Mila yang ada di TV sudah terikat kedua tangannya, dan adegan kungfu sebentar lagi akan terlihat. Mila menendang dengan keras sosok serba putih itu.

"Ihh.. bego banget sih lo? Kok bisa-bisanya ditendang…" Ujar Nadin. Mila tidak menggubris Nadin, ia sedang berkonsentrasi pada tubuhnya yang sudah akan mencapai puncak. Ia melihat dirinya yang melakukan kesalahan terbesar, mencoba berlari di lantai yang licin. Ia kesal mengapa ia tidak bersabar sedikit waktu itu. Scene berikutnya, kaki Mila telah terikat. Lalu digendong di pundak sosok serba putih itu menuju kereta dorong. Sebuah botol diambil dari saku kereta dorong, lalu dituangkan secara hati-hati ke sehelai scarf. Mila sudah berada di dalam kereta dorong, posisi kamera tidak begitu strategis untuk melihat isi kereta dorong itu, sehingga hanya terlihat sosok serba putih itu merunduk ke dalam kereta dorong. Mila bisa menduga apa yang sosok itu lakukan pada saat itu. Mila panik. Ia belum mengalami orgasme. Sedangkan adegan penculikan sudah selesai.

Pura-pura aja! pikir Mila. Toh dia udah berulang kali pura-pura orgasme di hadapan lelaki. Salah satu keuntungan jadi wanita. Fake orgasm. Jangan! Dia bakalan tau! Tiba-tiba suara lain timbul dari dalam dirinya. Nadien adalah wanita yang nampaknya cukup berpengalaman. Dia pasti membedakan orgasme pura-pura dan yang asli. Lagipula, Mila tidak begitu percaya diri akan kemampuan aktingnya, Mila memutuskan untuk mempercayai suara kedua. Mila ketakutan, bayangan Nadien yang mengambil cambuk dari lemari pendek, lalu mendekati dirinya yang tidak berdaya, mengayunkan cambuk itu ke tubuhnya, terbayang di pikirannya secara jelas. Diluar dugaan, bayangan itu justru semakin membuatnya bergairah, seperti sebuah batu jatuh ke mobil yang berada di pinggir jurang, mendorong mobil itu terjun ke bawah, dan membawa dirinya mencapai puncak kenikmatan.

"Hmmm..hhhh…!!! Mpppmmmhhh…!" Mila berteriak sekuatnya dari balik sumpalan mulutnya. Tubuhnya mengejang, Mila merasakan tali yang mengikat tangan dan kakinya, menahan dirinya untuk berbuat banyak.. Dari vaginanya, mengalir kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Mila memberontak lebih keras. Sialnya, hal ini justru menjadi bumerang, bukannya membuat Mila jadi lega, justru ketika ia berontak, ia lebih merasa tidak berdaya atas ikatan di tubuhnya. Gairahnya yang tadi Mila kira sudah terlepas, kini seakan ada gelombang kedua.

"Mmmpphh…!! Hhhhhh… hmmmpphhh….!!!" Mila baru saja mengalami orgasme keduanya. Beberapa detik setelah itu seluruh badannya terasa lemas. Mila terkulai di lantai yang dingin, bersandar pada tiang besi.

"Heh..! Belum selesai adegannya bego! Udah orgasme lagi.... Ihh… Dasar begoo …!" Nadin berteriak dari belakang.

Belum selesai?? Mila bingung. Seingat Mila, setelah dia diculik dari kamar mandi laknat itu, dia dimasukan ke dalam bagasi mobil sebelum akhirnya pingsan, dan terbangun di kamar ini. Pingsan. Gue pingsan!… Entah berapa lama… segalanya bisa terjadi selama gue ngga sadarin diri! Jantung Mila berdegup kencang. Untuk adegan penculikan di kamar mandi, Mila sudah bisa menduga apa yang bakal terjadi berikutnya, tapi.. kejadian selama ia pingsan, ia tentunya tidak tahu.

“Rasain aja bego! Vibratornya tetap gue nyalain Rasain!” Nadien tertawa, ia terdengar menikmati hal ini. Mila merasalan getaran vibrator itu di vaginanya. Astaga! Setelah orgasme vaginanya menjadi sangat sensitif, bahkan disentuh saja akan terasa ngilu, apalagi dirangsang oleh vibrator!

“Hmmmpphhh.....! Ammmpphhh.....! Ammmppphhh....!!” Mila memohon ampun dari balik sumpalan mulutnya. Ia berusaha menggerakkan kedua pahanya untuk memindahkan posisi vibrator, tapi tidak berhasil.

“Ha..ha..haa....! Rasainnn.....!” Nadien tertawa keras. Tidak ada yang ingin dilakukan Mila saat ini selain memukul Nadien telak di wajahnya, namun dengan tangan dan kakinya yang terikat erat sangat membatasi geraknya. Mila berkonsentrasi, fokus untuk mengindahkan rasa linu di vaginanya, mencoba membawa alam pikirannya ke suatu tempat yang indah dan damai. Terbayang wajah Direktur Pemasaran yang menjadi pria idamannya, ketika pertama kali mengenalkannya dengan ikat mengikat,.... di sebuah hutan dirinya terikat di pohon, Usaha ini berhasil untuk Mila ketika ia ingin mempertahankan agar dirinya tidak cepat orgasme, sesuatu yang mestinya ia lakukan beberapa saat yang lalu. Rasa linu dan geli tidak begitu terasa, Ia bisa membayangkan Nadien tidak terlalu senang Mila tersiksa hanya sebentar. Mila kembali berkonsentrasi pada layar TV, terlihat kereta dorong dibawa keluar dari kamar mandi. Beberapa saat kemudian, layar bergoyang-goyang, sekilas terlihat lantai dan sepasang kaki bersepatu perempuan, Mila ingat sepatu itu mirip dengan yang sedang dipakai Nadien dan yang sedang dipakainya, setelah itu layar menjadi gelap. Beberapa detik kemudian terlihat sebuah kamar.

Kamar ini... pikir Mila. Sebuah tiang besi menjadi fokus kamera. Dibelakang tiang besi terlihat sebuah tempat tidur mewah, dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi ke langit-langit, tertutup dengan kelambu. Mila seakan merasa layar TV itu berfungsi sebagai kaca spion, dengan perbedaan waktu beberapa jam tentunya.

Nadien pasti lagi tidur-tiduran di tempat tidur itu saat ini... pikir Mila. Ia ingin menoleh untuk melihat sendiri tempat tidur dibelakangnya itu, tapi ikatan di lehernya menahan dirinya untuk bisa melakukan hal tersebut. Dan Mila menduga Nadien tidak akan terlalu senang bila dilihat oleh budaknya ketika ia sedang menikmati dirinya sendiri. Mila tidak akan mengambil resiko itu.

Dilayar TV, sosok serba putih kembali terlihat, ia agak membungkuk, berjalan mundur menuju tiang besi. Ia sedang mengendong tubuh Mila yang masih terikat dan tidak sadarkan diri. Mila melihat dirinya sendiri, masih dalam keadaan terikat. Scarf putih bergaris hitam masih menutupi hidung dan mulutnya. Mila disandarkan ke tiang besi itu. Secara terampil, scarf putih bergaris hitam dilepas, begitu juga scarf hijau yang mengikat mulut Mila. Kain putih yang berada di dalam mulut Mila dikeluarkan, terlihat sudah basah dengan air liur. Kain itu diletakkan dengan cermat di lantai, begitu juga scarf-scarf yang tadi itu. Sosok itu mendekatkan kepalanya ke kepala Mila. Untuk beberapa saat Mila bingung apa yang sedang dilakukan sosok itu kepadanya. Ternyata sosok itu menempelkan bibirnya yang tertutup oleh masker putih ke bibir Mila,y ang kini sudah terbebas dari sumpalan. Nadien nyium gue !!?? wanita itu benar-benar sakit,... pikir Mila. Dan bukan sekadar ciuman biasa, tapi ciuman yang penuh nafsu. Vibrator masih melakukan tugasnya, membuat Mila kembali bergairah. Mila meyakinkan dirinya bahwa vibrator itulah yang membuatnya bergairah, bukan adegan ciuman yang menjijikan ini! Tapi tanpa sadar pipi Mila menjadi merah. Belum puas gairah yang dia rasakan, tiba tiba Nadien mendekati dirinya yang terikat erat,... kemudian ditempelkannya sebuah sapu tangan merah di mulut dan hidungnya,... oh cloroform,..... pikir Mila, dan beberapa saat kemudian Milapun tak sadarkan diri.

*****

Entah berapa lama Mila tak sadarkan diri, kini mendapati dirinya dalam keadaan yang berbeda, kedua tangannya masih tertekuk ke belakang, kedua pergelangan tangannya diikat menjadi satu. Begitu juga kedua sikunya, diikat hingga hampir menyentuh, memaksa posisi tubuhnya untuk membusung ke depan. Tali juga melilit menyilang mengitari payudaranya, dari jauh nampak seperti sebuah penopang payudara yang terbuat dari tali memutar di tubuhnya, menekan kedua lengannya ke samping, membuat Mila tidak bisa menggerakan seluruh bagian tangannya.Yang membuat beda adalah Mila kini terikat berdiri di sebuah tiang, dengan tanpa busana, hanya bra, cd dan sepatunya yang masih melekat di tubuhnya. Mila merasakan dirinya sudah tidak di kamar tadi, tetapi di sebuah ruangan. Di sudut tembok terpampang jam dinding, waktu menunjukkan pukul 2.00 dini hari. Jika Mila mengingat-ingat, tadi dia masih berada di kantornya sekitar jam setengah tujuh sebelum penculikan ini terjadi, kemudian dia ingat dia menonton proses penculikan dirinya, perlawanannya terhadap sosok yang meringkusnya, kemudian ancaman Nadien, mistrees yang melecehkannya dengan tontonan adegan penculikan dirinya. Mila masih ingat melalui liputan, kalau dirinya dibopong dari bagasi mobil lalu diikatkan di tiang di kamar tidur. Mila berteriak sambil meronta-ronta, disadarinya mulutnya penuh dengan kain lalu disumpal dengan lakban. Tidak ada lagi pantyhose yang menutupi kepalanya. Benak Mila bertanya-tanya, di mana Nadien yang tadi menculikku?

==oo0oo==

Kamis, 02 Mei 2013

Ririn

Bandung, 08:00

Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, Tidak Bisa. Ririn tidak tahu mengapa dirinya tertidur begitu lama, kini setiap ia ingin membuka kelopak matanya, tak bisa dan terhalangi. Secara perlahan dirasakan kedua tangannya, kesemutan, kaku dan terikat di belakang pinggangnya. Mulutnya terasa penuh dengan kain-kain lembut yang menyumpalnya, dan tertutup oleh daya rekat lakban perak yang cukup kuat. Kakinya menyatu laksana putri duyung, karena pergelangan kakinya persendian lututnya dipenuhi dengan lilitan tali nylon yang mengikatnya erat.

Mila mengetahui bahwa posisinya biasa di sebut hogtied, ujung tali yang mengikat kakinya disambungkan sependek mungkin dengan tangannya yang terikat di daerah pinggang. Lebih jelas lagi lengan Ririn juga terikat erat membuat dirinya tak dapat bergerak sedikitpun.



Semakin gencar dirinya meronta-ronta, hasilnya akan memburuk yaitu energinya terkuras dan semakin terasa pegal dan mungkin akan lebih sakit. Tetapi nalurinya menginginkan dirinya terbebas dari semua ikatan yang membatasi gerak-geriknya.

Pelan pelan Ririn mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya. Dia baru saja menemui Dan teman lamanya yang dikenal lewat dunia maya untuk makan malam, ngobrol asyik asyik tentang “BONDAGE” dan Ririn tengah meneguk Jus Stroberi kesukaannya.......Jus stroberi? Apakah dia menyampurkan sesuatu di minumanku? Ya, dan sudah terlambat! Kukira itu hanya sebuah cerita karangan Dani” pikir Ririn.

Ririn mengira itu hanya bagian dari obrolan bondage, sebuah skenario memberi obat tidur dalam jus minumannya seperti yang dia iyakan dan berpura-pura diculik. Tapi kini cerita itu menjadi nyata, dia benar-benar diculik ! Ririn mendengarkan suara yang sangat bising, seperti dalam bagai kendaraan, tapi dirasakannya sangat luas. Karena betapapun Ririn menggerakkan kakinya, dia tidak merasakan batas. Tiba-tiba telinganya menangkap suara yang cukup akrab di telinganya, suara pesawat yang sedang mengeluarkan rodanya akan bersiap mendarat.

YA TUHAN? Dia benar-benar menculikku dan membawaku ke luar negeri, meninggalkan kotaku Bandung? Ke kota yang lain? Yang katanya dia akan menjualku sebagai budak? Tidak bisa,...!! Yang dia katakan adalah sebuah skenario yang disepakati seperti di sinetron-sinetron. Apakah ini beneran? Aku akan dijual sebagai budak sex ke luar negeri? Itu akan lebih parah dari menjadi TKW di Malaysia di Kuala Lumpur, setidaknya mereka bisa mengerti Bahasa Indonesia. Tapi di Thailand, rakyat di sini tidak banyak bisa berbahasa Inggris, apakah aku akan dijual menjadi budak terikat sungguhan?

Bangkok, 20:00
Setelah sumpalan mulutnya dilepaskan untuk minum jus buah-buahan dan air Ririn rasa sudah lebih dari seharian tubuhnya tidak dapat bergerak atau melihat, Padahal baru beberapa jam saja tubuhnya terikat seperti ini. Ririn sudah sangat mengantuk dengan mata dan mulutnya yang tertutup, karena pengaruh obat dan penerbangan panjang yang dialaminya. Satu-satunya kesempatan bicaranya adalah ketika Ririn ingin buang air, dan ‘pengasuhnya’ meletakkan ember kecil dan mendudukkannya di atasnya dengan melonggarkan ikatan pada pahanya serta membantu membukakan pahanya agar bisa buang air kecil. Tak ada yang dipikirkannya selain menjalankan apa yang bisa dijalankan, sementara ‘pengasuh’nya dengan telaten membersihkan kelaminnya dengan air dan mengeringkannya. "Tee lang sanuk maak maak". (yang konon artinya: sebentar lagi kamu akan dapatkan dengan enak)

Ririn sudah terbaring diatas sebuah matras dalam sebuah mobil box van, meski tangannya terasa kesemutan dan pegal karena terikat erat dalam waktu yang cukup lama. Namun Ririn merasa mendapatkan posisi yang nyaman, karena tubuhnya yang terlatih dengan yoga cukup lentur menyesuaikan posisi tubuhnya. Bondage atau terikat bukan merupakan pengalaman baru untuknya, dia sudah mengalami posisi tubuh seperti itu sebelumnya, ditambah dengan kebiasaanya latihan yoga, Ririn bisa menyesuaikan kondisinya. Ini adalah perjalanan cukup panjang, Ririn harapkan perjalanan ini segera usai dan pasti Dani akan melepaskan ikatannya dan membiarkan dia istirahat, setidaknya begitulah harapannya. Ririn tahu ia diculik dan dibawa ke negara lain, setidaknya Ririn tidak membayangkan bahwa Ia akan terus menerus diikat erat selama dalam penculikan.

Ketika tiba di tempat tujuan, Ririn mendengar seseorang mendekati pintu belakang box van. Ririnpun membalikkan tubuhnya, membelakangi pintu dan seolah menunjukkan pergelangan tangannya yang terikat erat berharap dirinya dibebaskan oleh penculiknya segera. Memang kedua tali di pergelangan kakinya yang di lepas, karena ia harus berjalan dengan sepatu hak tingginya dengan paha yang tetap terikat.

“Mmmmppphhh......” keluh Ririn pelan dengan tanpa semangat dan sangat lelah, Ia dituntun kesebuah rumah di mana ada seorang gadis yang akan melepaskan ikatannya dan sumpalannya. Matanya yang masih tertutup pada akhirnya dilepas, Ririn yang panik tak bisa menggerak-gerakkan tangannya yang sudah tidak diikat, merasakan cahaya memasuki pandangannya. Gadis itu berbicara kata-kata yang tidak di mengertinya, namun kelihatannya dia menyemangatinya sambil tersenyum dan menuntunnya ke kamar mandi. Gadis itu memijit-mijit pundak dan lehernya, ketika tubuh Ririn tersiramkan air hangat dari shower, sambil menyabuninya. Wow. Ini sangat menyegarkan baginya sehabis perjalanan panjang dalam keadaan terikat, setelah bermandi air hangat, Gadis itu memberikannya pakaian dalaman merah untuk dikenakan, lalu digamitnya tangan kiri Mila dan dituntunnya kedalam ruangan dingin dengan ACnya terlihat ada matras terhampar di ruangan ini dengan satu bantal kecil, layaknya ruang pijat ya itu adalah Ruangan Pemijatan. WOW! Aku dapat pijat gratis, Ia bersukacita dalam pijatan ala Thailand yang terkenal itu. Ririnpun tertidur menikmati pijatan-pijatan di tubuhnya setelah perjalanan yang melelahkan.

Beberapa jam kemudian Ririn terbangun dari tidurnya. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, Tidak Bisa. Ia tidak tahu mengapa dirinya tertidur begitu lama. Secara perlahan dirasakan kedua tangannya, kesemutan, kaku dan terikat di belakang pinggangnya. Mulutnya terasa penuh dengan kain-kain lembut yang menyumpalnya, dan tertutup oleh daya rekat lakban perak yang maha kuat. Kembali kakinya menyatu laksana putri duyung, karena pergelangan kakinya persendian lututnya dan bagian pahanya dipenuhi dengan lilitan tali yang mengikatnya erat. Ririn mengetahui bahwa posisinya biasa di sebut hogtied, ujung tali yang mengikat kakinya menekuk dan disambungkan sependek mungkin dengan tangannya yang terikat di daerah pinggang. Lebih jelas lagi lengannya juga terikat erat membuat dirinya tak dapat bergerak sedikitpun.

Semakin gencar dirinya meronta-ronta, hasilnya akan memburuk yaitu energinya terkuras dan semakin terasa pegal dan mungkin akan lebih sakit. Tetapi nalurinya menginginkan dirinya terbebas dari semua ikatan yang membatasi gerak-geriknya. Matanya kini tidak tertutup. Ia mendapati dirinya kembali dalam telungkup tak berbusana, hanya menggunakan bra celana dalam dan sepatu di ruangan bak aquarium dengan kaca tembus pandang, sepertinya ruangan itu memang disiapkan untuk seseorang seperti dia,

“Hi Ririn,....” Dani akhirnya muncul sambil tersenyum. Ini adalah kali pertama Ia bertemu Dani sejak dirinya diculiknya dan di bawa ke negeri ini.

“mmmmppphhhhhhh.....!!!!” spontan Ririn bereaksi kala dilihatnya pria itu.

“By the way, welcome to Thailand, Hope you will find a great master, after a week with me I’m gonna sell yoo of to the Royal staff for sure... so enjoy the time in my place....” dikecupnya bibirnya yang tersumpal lakban.

“mmmmppphhhhhhh.....!!!!” Ririn meronta-ronta dengan hebatnya, sehebat jantungnya yang berdebar-debar kencang ketakutan, dalam ruangan kaca bak aquarium, terikat erat, seperti ikan yang baru ditangkap meronta-ronta menunggu di eksekusi, waktu berjalan sangat lamban, Ia mendengarkan musik dari sebuah komputer di ruangan itu dengan speaker yang kekuatannya cukup tinggi, sepertinya sebuah lagu Jepang sepertinya diramaikan dengan suara mmmppphhhh dan bahasa Jepang, layaknya sebuah soundtrack film bondage Jepang. Dari komputer itu, Ia dapat melihat adegan seorang gadis Jepang, China atau entah Korea sedang digarap oleh seorang Pangeran. Ririn pernah mengunduh gambar itu dari situs Jepang yang pernah dikunjunginya.Tak lama kemudian Dani kembali membawa sebuah kamera dan mengambil beberapa photo dirinya dalam keadaan terikat erat, membuat rasa penasaran tumbuh dan menyelimutinya
“Apa yang akan Dan lakukan? Dia mengambil photoku, mau menjual photoku? Atau mempublikasikan dan nantinya mengancamku 10 tahun kemudian?” pikirnya penuh curiga. Setelah kurang lebih 50 photo dibuat dalam keadaannya yang duduk di kursi, Ririn dipindahkannya ke atas matras yang biasa dipakai yoga, kini lebih sering lagi suara kamera yang membidiknya diselingi suara protesnya yang terdengar

“mmmmppphhhhh....” 

Suara yang tanpa disadarinya akan membangkitkan gairah lelaki yang menculiknya. Dani sibuk mengitari Ririn dan membidiknya dengan kamera digital. Tubuh terikat Ririnpun bermandikan cahaya blitz. Ririn di atas matras yoga “memainkan perannya” dengan baik layaknya photo model terkenal Jasmine Sinclair, mempersembahkan posisi dan angle terbaiknya.

Tali yang mengikat tangannya pun dihubungkan dengan kakinya, jadilah Ia dalam posisi hogtied, namun tubuhnya secara lentur mengikuti dan memberikan Dan hasil photo yang baik dengan diselingi teriakkan “mmmmppphhhhh,...!!” nya sepertinya Ririn mengerti bagaimana melayani Dani yang membidiknya dengan kamera. Namun tantangan telah menantinya beberapa detik kemudian saat Dani menutup matanya dengan kain untuk kepentingan pemotretan, Dirasakannya ada dua langkah yang berbeda dengan langkah Dani,... mereka kelihatannya berbisik-bisik sesuatu,... sedang negosiasi rupanya dan sangat terdengar alot walau Ririn tidak tahu persis apa yang sedang mereka omongkan. Apakah itu tawar-menawar,... rupanya layaknya tender,... Tender mencapai penawaran tinggi untuk mendapatkan tubuh yang tak berdaya ini menjadi budak nafsu. Ditentukanlah siapa penawaran tertinggi ditandai dengan tawa puas sang pemenang tender. Ririn merasakan uang berpindah tangan di sekitarnya.

“Bagaimana dia menjualku? Aku dijualnya kepada siapa? Siapa sih pembeli yang psycho ini? Kapan aku akan di bawa ? Bagaimana dengan photo photoku yang di ambil Dan? Apakah aku akan kembali? Apakah aku bisa mengalami orgasme dengan orang? Atau cuma Vibrator? Apakah aku akan di jual ke Jepang? Bagaimana dengan gadis Jepang yang aku lihat di video dalam komputer itu? Menjadi budak nafsu berkali-kali dalam posisi ikat yang sangat tidak mungkin itu? ” 

Sejuta kecemasan menyelimuti pikirannya dan “MMMMPPPHHHHH!! mmpppphhhhh ermmmmmm ermmmm uurrggghhh!!” Ia mengalami orgasme, Tak terasa Ririn merasa basah di selangkangannya kala semua kecemasan itu muncul. Ia sadar mereka tidak boleh tahu kalau dirinya malah terangsang dengan pikiran pikiran itu, TIDAK!!

Sementara pihak yang menawarkan gratis dulu pertama, mundur dan duduk sementara Dani memainkan perannya dengan baik, kasihan Ririn, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Tercium olehnya harum stroberi memenuhi ruangan, Ia yang terikat, mulut tersumpal dan mata tertutup dapat merasakannya. Daya ciumnya menjadi sangat sensitif dan dapat mencium bau keringat yang sudah menetes. Sebelum Ririn benar-benar menyadari sepenuhnya apa yang terjadi, ternyata itu adalah harum kondom yang baru saja di buka.
“ARGGHHH!!! MMPPHHH!!” hanya suara itu yang bisa terdengar dari mulutnya. Dani sangat hati-hati mengambil posisinya tidak terlalu menyentuh tubuh Ririn, dengan lembut dia menyentuh tubuhnya dari leher sampai ke dadanya, secara naluriah tubuh Ririn menggeliat.

Tali yang menghubungkan pergelangan kakinya ke tangan Ririn dilepas, Tubuhnya berhadap hadapan dengan Dani, Ia cuma bisa merasakan, kakinya yang masih terikat, terangkat ke pundak Dani, Ririnpun bertumpu kebelakang dengan kedua tangannnya yang terikat Semua itu dilakukan Dani dalam kelembutan dan dirasakan sangat nikmat olehnya. Keringat di tubuhnya dijilatnya seperti sedang menjilat permen lolipop, dan lepaslah bra yang dikenakannya, Dani pun menghisap-hisap puting susunya kemudian menggambar lingkaran kecil mengelilingi puting susu Mila dengan lipsticknya. Lalu diciumnya Ririn. Dalam posisinya yang tak berdaya, meski susah untuk penetrasi dalam keadaan kaki tetap terikat, tubuhnya yang lentur itu mampu bergoyang-goyang, sementara Dani mengambil posisi lebih rendah untuk memudahkan penetrasi. Ririn masih tetap bercelana dalam walau sudah agak melorot. Sepanjang Ia tahu, dalam berhubungan sex Dani tidak menyukai lawannya telanjangan tak berbusana, Dan lebih menyukai masih adanya pakaian yang melekat pada gadisnya berlingerie, berstocking, bahkan bersepatu agar terlihat sexy.

Penetrasi pertamanya sangat lambat, Ia rasakan setidaknya 5 menit, bahkan cairan darinya terlanjur menetes layaknya keran Jawa kuno yang ditemukan tengah hiruk pikuk kota Jakarta.

“AAARRGGGGHHHHHHHHH.......!!!!” suara itu memecah keheningan layaknya monster hijau jelek mengerang puas setelah memperkosa gadis Jepang yang tidak berguna. Danipun memeluk tubuh Ririn yang terikat tak berdaya dengan posisi penis yang tengah mengancam posisi Ririn yang mudah diakses. Penetrasi berikut juga memakan waktu sementara Ririn sudah mencapai orgasme ketiga, dengan kondisi lelah, terikat, berkeringat, merasakan perkosaan dari seekor binatang liar, namun tubuhnya menerimanya dengan nikmat dengan mulut yang kali ini disumpal dengan kaos kaki berbahan stocking yang di pakainya, sebelum tubuhnya mengalami pemijatan yang nikmat tadi, yang memungkinkan dirinya untuk bernapas lega ditengah ketidak-berdayaannya. Entah beberapa kali lagi dilakukan penetrasi terhadap tubuhnya yang lelah, namun Ririn dapat bereaksi dengan baik dan mengimbanginya dalam ketidak-berdayaanya hingga yoga mat basah karenanya.

Setelah menyaksikan gadis tak berdaya yang telah diperkosa berkali-kali dan terlihat puas, sang pembelipun membayarkan sejumlah uang kepada Dani. Pembelipun setuju akan memulangkan Ririn setelah masa penggunaannya selama satu minggu. Dani berbisik lembut ditelinga Ririn

"satu minggu saja.....dia tiada power cuma bondage"

“Apa itu berarti aku akan terikat lagi dalam seminggu? Apa cuma diikat, nggak ada apa-apa lagi?” Ririn masih shock dan merasa gelap apa yang akan terjadi satu minggu kedepan.

“Bagaimana dengan kerjaanku? Bagaimana kalau mereka mencari ke apartemenku? Tagihanku belum terbayarkan, khususnya tagihan handphoneku, akan membuat dirinya tak bisa terhubungi,.... kesempatan dirinya untuk melarikan diri, bila dia tahu di mana sekarang handpohone Nokianya?” 

Ririnpun teringat acara televisi kesukaannya "Putri yang Ditukar" memasuki episode menegangkan di akhir minggu ini,...

“Bagaimana aku kehilangan episode akhir itu? Bagaimana juga dengan akhir dari penculikanku ini? Bagaimana aku bisa membebaskan diri?” bau yang menyengat dan melemahkan syaraf itu membuat Ririn tak sadarkan diri....

Setelah satu jam lebih dibawa dalam sebuah bagasi kendaraan jenis 4WD, Ririn yang sudah sangat lelah dengan perkosaan Dani, Dalam keadaan berbusana lingerie merah tadi matanya yang tertutup setelah diperkosa, Tibalah Ia di suatu tempat. Mila dibangunkan. Tangannya entah sejak kapan kini terikat kedepan, dan di antara kedua tangan dan kakinya diselipkan bambu besar, dan tangan dan kakinya jadi terikat menggantung di bambu besar itu. Rupanya tangannya diikatkan kedepan selama dirinya tak sadarkan diri, di tengah perjalanan mereka tadi. Ririn mengeluh dan mengaduh dalam sumpalannya, karena dirasakan sakitnya tubuhnya tergantung terikat pada tangannya di bambu dan dibawa pergi. Ia merasakan dirinya seperti korban buruan yang sering dia lihat di film-film Afrika atau video clip lagu Dr Jones favoritenya, dengan tangan dan kaki terikat pada bambu, lalu digotong oleh dua orang.

Ketika tiba dalam ruangan tertutup Ririn merasa tubuhnya diturunkan,... dia dibantu untuk berdiri dan dibersihkan oleh tangan-tangan lembut. Ia rasa itu tangan seorang gadis. Tali-tali yang mengikat kaki dan tangannyapun dilepaskan, dan terakhir kain yang menutup matanya dilepaskan. Setelah dibersihkan tubuhnya, Mila dipakaikan pakaian khas Thailand, yang suka Ia lihat di iklan dengan model pramugari Thai Airways, dan Ia kembali merasakan pijatan ala Thailand yang terkenal itu.

Ririn menyadari ada seseorang berbicara Bahasa Inggris kepadanya, dia adalah Prince Satitpong anggota keluarga Kerajaan yang membelinya sebagai budak nafsu selama satu minggu.

"Do Not Escape because it's in a wild place out here - there's no place to escape. There are lots of prostitutes around, and if you're caught by a gangster or pimp, they will keep you as a free prostitute too. Even if you escape, you can't speak Thai. The police are all under my control. So behave and relax because tomorrow you will get tortured by me for one week". demikian peringatan dari Prince Satitpong.

Segera setelah pijatan khas Thailand dirasakan, rasanya seperti lulur, dan Ririnpun kembali tertidur karena lelahnya

****

Keesokan paginya, pelayan kerajaan membangunkanku, "Ikat Ikat...!!" katanya. Ririn terkejut senang,
“Wah, mereka menguasai bahasaku sedikit...” gumamnya sambil tersenyum mungkin sudah lama Ririn tidak tersenyum sejak diculik dan tiba di negeri ini. Mereka juga terlihat tersenyum ramah, entah karena mereka senang ungkapan mereka dapat di mengerti atau mereka senyum untuk apa yang akan Ia alami setelah ini. Mereka memberikannya blus putih berkerah Shanghai dengan kancing bungkus yang berbaris dari atas ke bawah, yang cukup ketat di tubuhnya, “Student Shirt” kata mereka dengan rok mini hitam ketat, sambil ditunjukkannya sebuah photo Gadis Thai berseragam sekolah dan dipakaikan kepadanya, kemudian menyiapkan tangan Ririn di belakang dan diikat erat dengan tali nylon. Kemudian mereka memakaikan stocking warna kulit di kakinya dan sepatu highhells hitam, sepatu ‘girly shoes’ imut seperti ini....
Kemudian Ririn didandani layaknya Gadis sekolahan dari Thailand, serupa dengan photo yang tadi ditunjukkan. Usai dandan, Ia kemudian dituntun ke ruangan bawah tanah di mana sayup-sayup terdengar tangisan atau keluhan seorang gadis kecil. "Jangan...sakit...! lepaskaaann....!! " suara itu makin jelas dan Ia kenali kata-kata itu ada orang Indonesia rupanya.

Astaga! Ini adalah bilik dan sel di ruangan bawah tanah yang pernah Ia baca. Ada 3 gadis dalam sel bawah tanah ini, yang satu diatas tempat tidur tengah dengan tangan terikat dengan lakban kebelakang sedang berlutut diatas kasur, ada tulisan lipstik dipunggungnya dengan tulisan “OLIVIA” mungkin itu namanya, pikirnya, disebelah kirinya, gadis yang dua lagi tergeletak di tempat tidur lain dalam keadaan terikat hogtied, kakinya yang terikat dihubungkan dengan tangannya yang juga terikat dan berbusana lengkap termasuk bersepatu seperti yang Ia pakai. Mata Olivia ditutup dengan kain sutra biru, rambutnya hitam panjang dengan model poni manis yang menutupi dahinya. Dia terlihat cukup sexy berkulit bersih putih dengan lipstik pink seperti buah stroberi yang siap di santap. Olivia mengenakan stocking putih dengan sepatu hitam seperti yang Ririn pakai pula. Pakaiannya lumayan ketat sehingga payudaranya menyembul keluar. Prince Satitpong tiba di bilik tersebut, serta merta ingin memuaskan nafsunya kepada Olivia di tempat tidur, Prince kelihatannya sangat terangsang dengan keberadaan Olivia sambil berkata “rogol rogol mari".

Sementara Olivia sudah cukup terangsang dan basah, terbukti vibratornya sudah terjatuh di samping tempat tidurnya. Satitpong mendorong Olivia ke tempat tidur hingga payudaranya semakin terlihat. Prince kemudian merobek stocking putih Olivia, mencium susu Olivia sebelah kiri dengan suara yang nyaring Sllrrupp ssllrruppp... mmm.Ririn duduk menyaksikan sambil berharap dalam hati “rogol dia... sedap mesti rogol habis” bak suporter Prince. Namun tiba-tiba dia gempar dan berteriak marah. Benar kata Dan. Satitpong tidak punya “rogol power” kata orang, dia tidak bisa ‘ngaceng’ Prince Satitpong mengambil cambuk yang terletak disudut tempat tidur dan mulai mencambuki Olivia hingga dia teriak “pleaseeee stop”. Olivia kelihatannya cukup pengalaman dan menikmati cambukan yang dideranya di tubuhnya yang sintal. Sebagian tubuhnya terlihat nikmat dengan keringatnya berkilau dalam ruangan terang benderang. Tentu mata Olivia masih tertutup dan tidak akan tahu bahwa kilaunya memberi rangsangan dan seperti siap diperkosa lagi. Prince memunggut vibrator yang jatuh tadi dan memasukkannya di antara selangkangan Olivia, menggetarkannya dengan level tinggi. Olivia meronta gemetar seperti ikan kecil dan di mulutnya bergumam suara seperti “ppprrr mrrr... mmhh” pastinya dia merasakan gelinjang yang cukup hebat karena cairan membasah dan mengalir malalui pahanya. Dengan lembut Prince Satitpong mengeringkan cairan yang membaur dengan keringat di sekujur tubuhnya sambil berkata

"Good fuck haa...? Good fuck".

Seakan mendapat rangsangan baru, Prince Satitpong mengambil Ririn yang juga terikat dengan pakaian seragam sekolah Thailand ke tempat tidur sebelah kanan Olivia yang berkilau. Olivia sudah terkulai lemas, entah karena lelah melayani Prince Satitpong, atau orgasme, atau kurang tidur, atau kedua-duanya, nikmat dan sakit yang hanya dia yang tahu. Ririn agak iri dengan Olivia, dan tanpa sadar mulutnya bergumam
“Good fuck....” “OOPPS!! APA YANG AKU KATAKAN?” pikirnya terkejut dengan mata yang menunjukkan keterkejutan. Prince Satitpong tak kalah terkejut dan membelalakkan matanya, Ririn tak habis pikir, yang dipikirkannya terungkap dalam kata, maklum selama ini mulutnya di lakban, namun kini keadaannya berbeda.

"Ohh.. you want good fuck. Not like friend Olivia. Good fuck using vibrator" lanjut Prince
“You dress as young Thai high school student. Good first fuck. Virgin fuck” satu persatu kancing baju Shanghai yang dikenakan Mila dilepas, terlihat kulit putih bersih Ririn dengan bra yang sewarna dengan kulit tubuhnya.

“Now you will give good suck. Later you get good fuck. So good suck now” kata sang Prince Satitpong.

Prince Saitpong menduduki Ririn yang berbaring di tempat tidur dan memasukkan penisnya ke mulut Ririn, Ririn menahan aroma yang tidak enak dan mulai mengisapnya dan mengisapnya. Suara isapanya sangat menggemaskan. Prince Satitpongpun terus mengerang, namun Ia tahu Prince tidak akan ngaceng jadi disapnya terus menerus. Erangan Prince semakin menjadi-jadi, semantara Ia dengan tekun mengisapnya dengan kecepatan sedang dan tiba tiba "CCRRROOOOTTTT.....!!" tumpahlah sperma Prince Satitpong kedalam kerongkongannya tanpa tanda tanda peringatan. Prince Satitpong telah berhasil mengeluarkannya sampai menyebar ke bagian bawah wajah Mila pundak dan bagian lehernya.

“Aaaaccchhhh......!” Ririn menatap kekanannya dengan rasa kesal dan ketidak-puasan, di sisnya dimana Prince Satitpong terkulai lemas dan beristirahat disampingnya yang dalam keadaan tangan terikat beberapa menit lamanya dalam kepuasan. Beberapa lama kemudian Prince Satitpong terbangun dengan kepuasan maksimal, dengan lembut dia membersihkan bekas sperma yang belepotan di bagian leher Ririn dan pundak atasnya. Kemudian pelayan istana kembali merapihkan pakaian Mila yang terbuka,.. dengan telaten di kancingnya blus putih yang dipakainya, kemudian mulutnya disumpal lakban, selangkangan Mila diselipi vibrator yang tersedia di dalam kamar/sel itu. Kakinyapun diikat jadi satu. Ia didudukan di kursi roda dan didorong dimasukkan dalam sel bawah tanah tak jauh dari situ dalam keadaan terikat, tubuhnya di angkat keatas tempat tidur yang ada di dalam sel tersebut.

Siang itu Satitpong kembali dan mengunjungi Ririn dalam selnya hari itu menyaksikan dirinya yang masih penasaran dengan hasratnya. Demikianlah Ririn meringkuk di sel bak tahanan dalam keadaan terikat dan vibrator yang menyala, entah sudah berapa kali Ia mengalami orgasme sepenjang siang itu, sorenya gadis yang ditugasi melayani budak nafsu seperti Ririn, Olivia dan yang lainnya datang ke sel sel mereka, waktunya makan. Mereka engan telaten melepaskan stocking yang menyumpal dan mengikat tawanan itu dan dengan sabarnya mereka menyuapi para tawanan itu. Ririn dapat melihat di sel seberang sana Olivia juga sedang disuap di beri makan. Tetap dalam keadaan terikat dengan cekatan pelayan istana maupun gadis-gadis yang ditugasi khusus merawat para tawanan budak seks Prince Satitpong, sehingga tangan mereka tidak perlu dilepas. Itulah pengalaman hari pertama dalam masa penjualan Ririn kepada keluarga Kerajaan Thailand.

==oo0oo==

Rabu, 01 Mei 2013

Mang Dodi Tukang Kebunku

Mila, kini berusia 27 tahun dan dinikahi oleh Dandy 36 tahun pria mapan yang adalah Co Pilot dari sebuah maskapai penerbangan Asia terkemuka. Pasangan ini belum dikaruniai anak meski pernikahan mereka sudah memasuki tahun ke 5. Mereka berdua tinggal di kawasan Dharmahusada yang asri itu, mempunyai seorang pembantu rumah tangga mbok Minah namanya dan baru saja menerima tukang kebun merangkap penjaga rumah yaitu mang Dodi. Kerjanya sangat cekatan, mampu memperbaiki kerusakan kecil dan termasuk terampil menggunakan tali, itulah kesan yang didapat Mila dan Dandy tanpa curiga sedikitpun dengan keterampilannya.

Keduanya tinggal tidak jauh dari rumah mereka, hanya mang Dodi kadang mendapat giliran jaga malam di rumah mereka khususnya ketika Dandy terbang. Pasangan Mila dan Dandy adalah pasangan mesra, keduanya saling mencintai, mereka mempunyai hubungan yang sangat spesial, kendatipun Dandy yang seorang pilot rawan dengan gosip punya hubungan dengan pramugarinya dalam sebuah penerbangan. Mila yakin sepenuhnya mas Dandy tidak akan tertarik dengan pramugarinya, karena hubungan spesial yang sangat rahasia diantara mereka yang di sebut soft bondage. Hubungan yang membuat suami tak kan lari ke perempuan lain, yaitu sikap Mila yang sangat mengabdi kepada suaminya yang mempunyai kelainan seks, yang perlu mengikat erat pasangannya baru bisa berhubungan suami istri.



Sebagai istri, Mila berusaha menjadi istri yang sempurna bagi mas Dandy, sehingga Mila berhasil peroleh kesepakatan dengan bossnya untuk memperoleh 2 hari off (kecuali Sabtu Minggu yang memang libur) ketika sang suami baru sehari sebelumnya mendarat di Surabaya. Dan ketika tiba di rumah Mas Dandypun tinggal menyebut Mila, seragam,... yang mana Mila akan bergegas berganti dengan pakaiannya yang sangat disukai sang suami blus berkerah Shanghai dengan kancing-kancing berbaris lurus dari leher sampai ke daerah pusar.

Seperti biasanya sore itu Mila baru pulang kerja dan baru saja duduk sendiri di ruang keluarga menikmati teh hangat buatan mbok Minah pembantunya yang setia. Mila masih berpakaian kantor sebuah blus berkerah shanghai dengan kancing di depan berbaris rapih dari leher ke pusar ditutup oleh blazer layaknya sekretaris yang memang seragam kantornya dan seragam kesukaan mas Dandy. Sepatu hitam mirip pantofel yang ada ban melintas di punggung kakinya seolah menghubungkan kedua mata kakinya, masih menghiasi kaki Mila yang jenjang itu.

Mila kelihatan cantik ditengah raut kelelahannya bekerja seharian sebagai seorang sekretaris eksekutif dari perusahaan Jepang yang membuka perwakilan di Surabaya. Makanya mas Dandy tidak pernah menyetujui keinginan Mila untuk resign dan berkegiatan dirumah saja atau usaha kecil-kecilan seperti Yunia sahabatnya yang membuka convenience Mart dan sebuah rumah makan kecil. Yunia yang menikah dengan Anto mempunyai orientasi serupa dengan Dandy dan Mila, hanya mereka memakai borgol dan rantai sebagai peralatan mesra mereka. Mila baru selesai berbicara lewat telpon dengan sahabatnya Yunia Utari ketika ada suara terdengar memanggilnya :

“Juragan.......” sapa seseorang dari belakangnya

“Eh Mang Dodi,...” sahut Mila ramah

“Eeee....saya ada perlu sedikit juragan.....” lanjut mang Dodi

“Ada apa ya Mang Dodi? Mila pikir tukang kebunnya mau pinjam uang

“Hmmm....gini juragan, saya pernah tanpa sengaja lihat juragan di kamar seperti sedang ngiket sendiri...” ada keraguan dalam kata-kata mang Dodi dan kalimat selanjutnya membuat Mila terperangah aksi self bondagenya akibat kerinduan yang tak tertahankan kepada mas Dandy rupanya diam-diam diperhatikan oleh mang Dodi.

“Eeemmm...maksud saya daripada juragan repot ngiket sendiri, biar saya bantu......” kali ini nada keyakinan dirasakan dalam kalimat mang Dodi.Mila terdiam berusaha menahan malunya dan sibuk mencari alasan yang masuk akal akibat penemuan tukang kebunnya, tanpa disadari olehnya mang Dodi bergerak cepat, dan dalam waktu singkat Mila mendapatkan kaki dan tangannya sudah diikat kebelakang.

"Mang Dodi ? Apa yang kamu la... eemmmpphhhh...!!" Mila tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya mulutnya telah disumpal lap yang dibawa mang Dodi lalu dilakban.dengan erat. Mila terduduk di ruangan itu dengan tangan terikat kebelakang dan kaki yang masih bersepatu terikat menyatu dan mulutnya disumpal lakban.

“Uuhh.....mang Dodi rasanya udah gemeteran gak karuan waktu ngiket juragan Mila ...antara takut baru kali ini bisa nekat melaksanakan niatnya yg lama terpendam” gumam mang Dodi


Sementara Mila masih terpana dan tidak menyangka akan keadaannya yang terikat tanpa mas Dandy yang jauh di sana. Disisi lain perasaan takut muncul kalo nanti juragan marah besar dan dirinya dipecat, ditambah itu takut ketahuan mbok Minah menghantui mang Dodi akibat kenekadannya

“Eeee...duuuh selanjutnya apa yang harus aku lakukan...??” Mang Dodi berjalan mondar mandir di depan Mila yang sudah terikat dan tersumpal mulutnya

“...hmmmhh” setelah beberapa saat akhirnya mang Dodi bisa agak menenangkan diri dan mulai memandangi juragan Mila yg masih cantik tapi terikat tidak berdaya.

“...uuuuh...juragan Mila koq jadi tambah cantik kalo terikat begini yaa...” kata mang Dodi yang sudah kepalang basah, ia mengalahkan keraguannya dan memberanikan diri menggendong Mila yang tidak berdaya, membawanya ke kamar dan meletakkan tubuh terikat itu di tempat tidur, lalu mang Dodi keluar dari kamar juragan Mila, tanpa sengaja dia berpapasan dengan mbok Minah yang hendak bersiap siap pulang,

"Kamu nggak pulang Mang?" tanya Minah

“Mbok Minah kalau mau pulang duluan silahkan aja, Sebentar lagi saya juga pulang......” jawabnya.

Setelah mbok Minah pergi, mang Dodi kembali kedalam, diam-diam dari pintu diintipnya tubuh juragan Mila tak berdaya itu meronta-ronta dan ini membuat Dodi semakin bersemangat. Namun ditutupnya rapat rapat kamar majikannya dan dikunci dari luar, kemudian Dodi pulang ke rumahnya yang hanya 100m dari rumah majikannya dan menenangkan diri..
“eemmmpphhhh.......eemmmpphhhh.......!!”

Sementara Mila yang mulai menyadari bahwa dirinya terikat erat dan digendong ke kamarnya panik dan sibuk meronta-ronta. Satu jam, dua jam berlalu masih tak ada perubahan apa-apa tubuhnya masih terikat erat. Mang Dodi yang tidak tenang di rumahnya kembali menemui tawanannya....Dibuka kunci pintu kamar juragannya pelan-pelan dan kepalanya dijulurkan dulu untuk melihat keadaan juragan Mila....“Ah juragan cantik masih terikat dan sumpel mulutnya juga belum lepas, aman deh...” pikirnya, lalu masih dengan berjingkat jingkat mang Dodi masuk kamar dan mengunci pintu kamar.

“eeee selamat malam juragan Mila yang cantiiik.” sapanya

“eemmmpphhhh.......!! protes Mila

“Ada apa juragaan? Kalau ngomong yang jelas dong biar mang Dodi tau.... ehm...kasiaaan deh juragan ini ... o iya apa juragan haus? Nanti saya ambilkan minum tapi awas ya kalau sumpal mulutnya mang Dodi buka jangan coba coba teriak.” ancamnya

“Rupanya juragan selama saya tinggal tadi meronta ronta mau lepasin ikatan ya?”
“eemmmpphhhh.......!! sahut Mila

"Hmhmmmm...sampe rok juragan tersingkap begini...duuuh mulusnya paha juragan” ujar mang Dodi sambil meraba paha Mila

“Juragan minta dilepasin ya?” godanya

“Tenang juragan. nanti mang Dodi akan lepasin semua...maksud mang Dodi lepasin bajunya juragan.."

”eemmmpphhhh.......!!" protes Mila

“Tuh kancing blazer juragan sampe terbuka ...juragan sih pake meronta ronta segala, percuma..mang Dodi sudah ikat tangan dan kaki juragan dengan kuat!” kata mang Dodi meyakinkan

Melihat Mila terus meronta dan bergumam “mmmpphhh...mmpphh...........” makin membuat mang Dodi gak sabar, blazer Mila dibuka tapi tidak bisa lepas karena menyangkut di ikatan tangan...

“Hmmmmh......” mang Dodi mulai meraba dada juragan yg masih tertutup baju shanghai

“eemmmpphhhhh.....!” protes Mila berikut roknya di buka dan diturunin lepas

“hmmmmh” darah mang Dodi makin memuncak makin penasaran. Namun dengan sabar baju shanghai yang dipakai Mila, kancing demi kancing dilepasnya dengan telaten oleh mang Dodi yang semakin tidak tahaannn......

“eemmmpphhhhh..... eemmmpphhhhh.....!” Mila semakin meronta ronta dengan hebatnya, akhirnya semua baju yg menutup tubuh Mila sudah dibuka semua walau masih menempel di tubuh Mila oleh mang Dodi

“Udah dong juragaaan...pasrah aja kenapa siich? nanti mang Dodi tambahin ikatan lagi lho,biar juragan Mila bisa diem” mang Dodi mencari-cari tali sudah tidak ditemukan akhirnya sebuah saputangan dibekapkan ke hidung Mila dan Mila pun tak sadarkan diri

****

“eemmmpphhhhh.....” Mila terbangun dari pingsannya, mendapati tubuhnya masih terikat dengan bajunya terurai diantara tali-tali, kakinya tidak terikat jadi satu tetapi terikat diujung tempat tidur dan tetap bersepatu, Mila merasakan nyeri yang hebat di selangkangan khususnya di miss Vnya. Oh Mila telah diperkosa oleh mang Dodi tukang kebunnya, Kemudian mata Mila mencari-cari, tak dilihatnya mang Dodi dikamarnya...Puas memperkosa juragannya. Mang Dodi kembali ke pos jaganya, membiarkan Mila melewati malamnya terikat dan terbaring di tempat tidur waktu menunjukkan pukul 23.05 Mila meronta-ronta hingga lelah dan akhirnya tertidur dalam keadaan terikat dan mengenaskan.

*****

Pagi-pagi sekali mang Dodi pulang untuk mandi dan kembali berangkat secepatnya ke rumah Mila juragannya, mang Dodi ingin membuka gerbang rumah majikannya agar mbok Minah bisa masuk dan kembali bekerja.

Hari ini hari Jumat, mang Dodi harus buru-buru melepaskan ikatan yang mengikat juragannya Mila agar bisa bersiap-siap untuk berangkat kerja ke kantor. Udara masih sejuk pagi itu ketika mang Dodi masuk rumah langsung menuju kamar di mana juragannya dia sekap. Diintipnya terlebih dahulu, dilihatnya Mila sudah bangun dan tengah meronta ronta kecil,... mang Dodi masuk berniat melepaskan ikatan yang membelenggu juragannya yang cantik, dikuncinya kamar Mila lalu mang Dodi mendekat ke tubuh Mila yang terikat.

“Juragan, tidak apa-apa khan,...” mulut Mila yang disumpal dilepaskan

Sontak tangis meledak dalam kamar itu, Mila menangisi nasibnya yang diikat dan diperkosa oleh tukang kebunnya sendiri. Secara reflek guna meredam suara tangis Mila, mang Dodi memeluk dan mendekap juragan Mila sehingga suara tangisnya tidak terdengar lagi.

“Maaf ya juragan,... saya hanya bermaksud menyenangkan hati juragan Mila....” bela mang Dodi lalu melepas pelukannya dan melepaskan simpul tali yang mengikat di kaki Mila yang terhubung ke ujung kaki tempat tidur tangan Mila masih terikat.

“Kog kamu nekad sich mang,....” kata-kata pertama Mila setelah lakban dan lap yang menyumbat mulutnya dilepas.

“ah... ehh.....anuu...” mang Dodi tidak bisa merangkai kata-kata akibat kenekadannya sambil mulai melepaskan simpul tali di pergelangan tangan Mila.

“Sudah tinggalkan saya sendiri, saya mau mandi nanti terlambat ke kantor” ucap Mila sambil mengusap bilur-bilur di pergelangan tangannya usai dilepas oleh mang Dodi. Mang Dodi keluar dengan pasrah akibat kenekadannya, dan dia seolah siap dipecat oleh Mas Dandy jika pulang, atau bahkan bila dilaporkan ke polisi.

Sementara Mila sedang menikmati kucuran air hangat di shower di kamar mandi dalam kamarnya. Mila merasakan sesuatu sensasi didalam kerinduannya akan mas Dandy yang sudah 10 hari terbang seakan terobati, ia rasakan dari seorang mang Dodi tukang kebunnya. Meski nyeri di miss Vnya akibat diperkosa dan diikat semalaman, tak sedikitpun terpikir olehnya untuk memecat atau melaporkan ke polisi, bahkan Mila tidak tega menceritakan apa yang dialaminya kemarin kepada mas Dandy suaminya. Sementara mang Dodi berusaha melupakan kenekadan yang dilakukan pada juragannya semalam, dan kembali mengerjakan kebun dan keamanan di rumah juragan Mila.

****

Sudah tengah hari, Mila masih sibuk di kantornya, namun sulit untuk konsentrasi, dalam benaknya masih terbayang saat mang Dodi dengan cepat menarik tangannya kebelakang dan mengikatnya erat, oh Mila merasa seperti mas Dandy ada disisinya dan kerap melakukan kejutan seperti itu yang tiba-tiba menarik tangannya dan mengikatnya. Rasa rindu akan suaminya kian memuncak membayangkan adegan di ranjang ketika mang Dodi memaksa membuka pakaiannya dalam keadaan terikat dan selanjutnya Mila tak sadarkan diri.

Masih 5 hari lagi mas Dandy mendarat di bandara Ir H Djuanda Surabaya, rasa hampa itu terhibur sedikit akibat kenekadan mang Dodi seperti di padang gurun mendapat guyuran air, demikian yang di rasakan Mila malam itu. Pikiran nakal melintasi benak Mila yang mengharapkan kejutan seperti itu datang lagi dari mang Dodi. Pernah suatu hari Mila tertidur dan tidak menyambut suaminya pulang, namun tengah malam Mila terbangun dan mendapatkan tangannya terikat kebelakang dan kakinya bersepatu diikat jadi satu. Lalu dihadapannya terlihat mas Dandy yang terpulas. Mila merasa salah tidak bertahan bangun menyambut suaminya namun rupanya mas Dandy sudah menyiapkan sambutan sendiri untuknya. Mila sangat ingin meminta suaminya berhenti menjadi pilot, Mila ingin suaminya kerja biasa dan setiap hari bisa bersamanya di rumah.

Tanpa terasa hari sudah senja, Milapun bergegas pulang. Setibanya Mila dirumah usai membayar taxinya Mila disambut mang Dodi yang kebetulan berjada di pos masuk.

“Selamat sore juragan,......” sapa mang Dodi

“Sore mang,.... masuk dulu aku mau bicara” sapa Mila tersenyum.

“Baik juragan...” mang Dody diterpa rasa takut.

Mila masih berpakaian kantor sebuah blus berkerah shanghai dengan kancing di depan berbaris rapih dari leher ke pusar ditutup oleh blazer layaknya sekretaris yang memang seragam kantornya bersepatu hitam mirip pantofel yang ada ban melintas di punggung kakinya seolah menghubungkan kedua mata kakinya, masih menghiasi kaki Mila yang jenjang itu ketika masuk dan duduk di ruang keluarga, Mila duduk tepat di sudut ketika kemarin dia di sapa mang Dodi.

“Ya juragan.....” mang Dodi mendekat“Kenekadanmu itu mang,.....” mulai Mila mengejutkanku..... jantung mang Dodi.

“maukah kamu mengulanginya lagi?” pelan sekali kata-kata Mila seakan tidak terdengar

“maksud Juragan...?” mang Dodi memiliki telinga yang cukup awas dengan setiap kata makanya dia dijadikan penjaga malam oleh mas Dandy selama dia terbang.

“me...ngu.....la...ngi....” Mila terbata-bata.

“mang siap menyenangkan hati juragan...” sahut mang Dody begitu bersemangat.

Milapun menyembunyikan wajah kemerah-merahan dan beranjak menuju ke kamarnya. Sementara mang Dodi menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk memuaskan juragannya. Mbok Minahpun pamit pulang ke pada juragan Mila di kamarnya, Mila masih berpakaian seperti pulang kerja, hanya blazernya yang sudah dilepas sedang merias diri ketika mang Dodi masuk, lalu membekapkan saputangan ke mulutnya, sampai juragannya tidak sadarkan diri. Kemudian digendongnya tubuh lunglai itu ke sebuah kursi dan serta merta tali sudah meliliti tubuh Mila yang sudah terikat terduduk di sebuah kursi tangannya terikat erat kebelakang, kakinya terikat ke tiap kaki kursi dan mulutnya disumpal dengan saputangan. Di tunggunya juragan Mila duduk terikat hingga siuman, sambil mang Dodi menyapu dan membersihkan kamar juragannya.

”eemmmpphhhh..............” Mila rupanya siuman, dan mendapati dirinya sudah terikat di kursi lengkap dari kaki ke tangan dan tali yang melilit dilengannya membatasi payudaranya di atas dan bawah.

“eh juragan.... sudah bangun, kita bermain yuk, “ ajak mang Dodi begitu bergairah sementara Mila meronta-ronta seolah menolak apa yang akan terjadi dengan dirinya.Dengan sigap mang Dodi menggendong Mila yang terikat ke tempat tidur di mana Mila dibaringkan kemarin. Mang Dodi agaknya tahu kebiasaan pasangan juragannya dan membiarkan juragan Mila tetap berpakaian lengkap ketika dalam keadaan terikat.

Dan terbaringlah Mila di tempat tidurnya, mang Dodi bereksperimen dengan menelungkupkan badan juragannya kemudian melepaskan kakinya dan diikat lagi menyilang X di kakinya sehingga selangkangannya tidak rapat. Mang Dodi menemukan tas merah yang besar, dia menemukan koleksi majikannya juragan Dandy, dilihatnya beberapa gulung tali pramuka, lalu di ikatkannya tali itu menghubungkan tangan dan kaki Mila, yang dikenal dengan ikatan hogtied.

“eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh......” 

Mila bereaksi begitu tangannya yang terikat menyentuh sepatunya, badannya yang lentur itu membusung tegak dan kepalanyapun ikut terangkat. Mila yang sejak kecil adalah penari ballet, dan belakangan ini menekuni olahraga Yoga sehingga tubuhnya sangat lentur dan bisa menyesuaikan diri dalam segala keadaan.

Mang Dodi cukup kagum melihat kelenturan tubuh juragan Mila, melihat ada kamera digital di tas itu, dan diabadikannya keadaan juragan Mila.

“eemmmpphhhh......” kembali Mila memprotes apa yang dilakukan mang Dodi.

“Ada apa juragan,... o iya apa juragan haus? Nanti saya ambilkan minum tapi awas ya kalau sumpal mulutnya mang Dodi buka jangan coba coba teriak.” Ancamnya

“eemmmpphhhh......” jawab Mila, mang Dodi meninggalkan kamar juragan Mila dan membuatkan juragannya sirup rasa orange, dan ditaburkannya obat tidur, kemudian dilarutkan dengan baik lalu dibawanya dengan baki ke tempat juragannya terikat. Crett...!! Lakban yang menyumpal mulut Mila dilepaskan

“Ooeekkk!!” sekaligus saputangan dalam mulut Mila di muntahkan.

“Boleh tahu mang, aku mau diapain sekarang.....” tanya Mila,

“Hmm.... mang Dodi masih melihat barang barang koleksi juragan Dandy dulu” ujar mang Dodi,

“minum dulu.... juragan...” agak sudah bagi Mila yang telungkup dan terikat hogtied untuk minum namun mang Dodi memposisikan gelas di tangannya sedemikian rupa sehingga mudah dijangkau, tak lupa mang Dodi menyertakan sedotan untuk memudahkan juragan Mila.

“sslluuurrrpphh..........” Mila menyedot minuman buatan mang Dodi tanpa rasa curiga, harus diakuinya sejak tiba di rumah Mila belum sempat minum untuk menyegarkan dahaganya.

“Urrghhh........” kepala Mila serasa pening dan Mila tak sadarkan diri, mang Dodi menyaksikan di belakang Mila dengan tersenyum.

****

Mila terbangun ketika dirasakannya ada benda bergetar memasuki miss Vnya, kenikmatan dan ketidak berdayaan yang dia rasakan, kendati tak ada lagi ketakutan karena Mila sesungguhnya menginginkan itu dialaminya akibat kerinduan yang mendalam pada mas Dandy. Milapun mengalami orgasme pertamanya sejak di tinggal mas Dandy.

“aaaarrrghhhhh....... aaaaccchhhh...........” gumam Mila yang tidak di sumpal oleh mang Dodi. Malam semakin larut, Milapun sudah empat jam terikat hogtied dengan dildo dalam miss V yang sudah berhenti bergetar.

“Juragan, mang keliling dulu yach.....” panit mang Dodi kepada juragan Mila. Waktu menunjukkan pukul 21.50 ketika mang Dodi meninggalkan sejenak juragannya yang sedang terikat, guna mengecek keadaan sekitar rumah berbekal senter dengan daya sorot yang tajam.Sesekali Mila meronta-ronta merasakan ketat dan eratnya ikatan mang Dodi.

Memang Mila tahu bahwa hampir mustahil dirinya dapat melepaskan diri namun dari sisa jiwa tomboynya ketika kecil Mila selalu mempunyai rasa penasaran bahwa dia dapat melepaskan ikatannya. Mila bukan tipe pasrah ketika diikat tetapi selalu berusaha dan itu sangat menguras energinya.

“urgh.......” gumam Mila merasakan ikatan mang Dodi

“ketat juga dia mengikat.... melebihi mas Dandy” ucap Mila.

“Ooh... Mas Dandy, maafkan aku, aku sudah tidak tahan lagi menantimu....” kata Mila sambil menatap photonya berdua mas Dandy yang berseragam lengkap yang dibuat beberapa hari sebelum mas Dandy berangkat.

Photo itu terpajang rapih di tembok di atas meja riasnya, Mila memakai kebaya modern berikut kain dengan rambut terurai di photo itu. Mila ingat mas Dandy begitu memujanya ketika berdandan seperti itu. Dan malamnya mas Dandy memintanya memakai kebaya itu namun dipadu dengan rok mini dan sepatu sexy kesukaan mereka berdua, lalu mas Dandy mengikat Mila istrinya dengan mesra malam sebelum ia berangkat atau tepatnya 10 hari lalu. Kini Mila sendiri di kamarnya terikat hogtied dan tangannya dapat meraba sepatunya dalam keadaan telungkup terikat.

Hmmm lama sekali si mang Dodi kelilingnya, sebenarnya Mila menginginkan posisi yang lebih ramah daripada terikat seperti ini, namun mang Dodi yang ditunggu sudah lebih dari sejam belum juga menemuinya. Mila sudah sangat mengantuk ketika mang Dodi kembali sehingga tidak bisa menyampaikan apa-apa ketika mang Dodi mulai menyalakan dildo di selangkangannya dan memasangkan ballgag koleksi juragan Dandy ke mulut Mila.

“eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh......” Mila tersentak dengan kenikmatan yang dia rasakan dari dildo yang sedari tadi menempel di miss Vnya.

“eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh......” desah Mila merasakan antara derita dan nikmat disaksikan mang Dodi yang sibuk bermasturbasi malam itu. Sungguh Mila tidak dapat tidur nyenyak akibat kenikmatan yang ia rasakan. Setelah Mila kelelahan habis orgasme, dan tertidur dalam keadaan terikat hogtied. Mang Dodipun meninggalkan juragannya yang cantik sambil mengunci kamarnya dari luar kemudian kembali ke pos jaganya tepat jam 01.00 dini hari berjaga sambil terkantuk kantuk.

****

Pagi datang, mang Dodi masih terkantuk kantuk kala membuka gerbang menyambut mbok Minah masuk. Lalu mang Dodi beranjak pulang karena ia tahu hari ini Sabtu, di mana juragan Mila yang menjadi tawanannya libur kerja. Maka mang Dodi tidak perlu terburu-buru, dengan santainya ia pulang kerumahnya, beristirahat dan menyegarkan diri. Sementara itu Mila masih terlelap meski dalam posisi telungkup dan terikat ala hogtied. Mbok Minahpun urung membangunkan majikannya karena kamarnya terkunci. Mila perlahan mulai bangun, matanya tertumpu pada jam digital di kamarnya yang menunjukkan pukul 09.38. Mulut Mila mengering akibat ballgag yang dipakainya sementara air liurnya sudah membasahi bagian kasurnya di mana Mila telungkup.

“eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh......”

“di mana nich mang Dodi, kog aku masih begini belum juga dia lepasin.... mentang-mentang aku libur, dia rupanya benar-benar kebiasaan kami ketika memasuki weekend.... “ batin Mila sembari meronta-ronta. Sementara mbok Minahpun tidak curiga, karena juragannya belum juga muncul karena mengetahui hari libur juragannya pasti beristirahat dan enggan di ganggu. Mang Dodi masuk dapur menemui mbok Minah katanya “Mbok, tadi malam juragan Mila pergi dengan teman-temannya ke Trawas dan menitipkan pesan agar mbok bisa pulang setengah hari, ndak usah masak katanya....” terbersit ide dalam benak mang Dodi bahwa hari ini ia akan menawan juragan Mila sepanjang hari di dalam kamarnya dalam ikatan-ikatannya.

“Oh gitu yach mang,... kalau gitu setelah mencuci dan menjemur, aku pulang yach, ta’ titipkan jemuran kepadamu yach mang.....” sahut mbok Minah.

“Ok biar aku yang angkat kalau sudah kering” tegas mang Dodi sambil berlalu meninggalkan dapur, hendak melihat keadaan tawanannya eh juragannya di kamarnya. Perlahan-lahan pintu di buka, masuklah mang Dodi mendapati juragan cantiknya masih telungkup dengan posisi terikat hogtied dengan mulut yang disumpal lakban.

“Juragan....?” sapa mang Dodi

“eemmmpphhhh...... eemmmpphhhh......” protes Mila yang seharusnya sudah dilepaskan dari tali-tali yang membelenggunya.

“Pesan juragan sudah saya sampaikan ke mbok Minah, bahwa juragan tidak pulang hari ini jadi mbok Minah boleh pulang cepat...” kata mang Dodi dengan gaya polosnya,

“eemmmpphhhh......mmmpphhhh...... mmmpphhhh......!!!” Mila terkejut dengan pesan yang dia tidak merasa menitipkan pada mang Dodi.

“Jadi kita bisa seharian mainnya....” ujar mang Dodi sedikit nakal.

“mang Dodi, bagaiman kamu bisa berpikir seperti itu ??” hardik Mila, ketika mang Dodi melepaskan ballgag yang dipakai Mila.

“Juragan, jangan pura-pura... bukannya setiap akhir pekan juragan sepanjang hari begini....” kata kata mang Dodi yang sontak membuat Mila menyesal telah membolehkan tukang kebunnya untuk memuaskan kerinduannya kepada mas Dandy tercinta.

“Aku mau buang air mang Dodi, tolong lepaskan aku...” pinta Mila

“Buang air....? Sebentar ya juragan cantik?” jawab mang Dodi, Mila yang terikat kaki dan tangannya bersambung itu dilepaskan kemudian tali yang mengikat erat pergelangan kakinya dilepas, dan tubuh Mila pun terangkat, digendong mang Dodi ke dalam kamar mandi dan dilepasnya Cdnya dan didudukkannya Mila di toilet bowl, lalu mang Dodi meninggalkan kamar mandi membiarkan juragannya melepas hajat namun dengan tangan tetap terikat.

Beberapa saat mang Dodi mendengar namanya dipanggil, langsung dibukanya pintu kamar mandi dan juragan Mila sudah berdiri di balik pintu, Mang Dodi mengambil tissue gulung kemudian dengan telate dipanggil, langsung dibukanya pintu kamar mandi dan juragan Mila sudah berdiri di balik pintu, Mang Dodi mengambil tissue gulung kemudian dengan telaten membersihkan miss Vnya juragan Mila, yang merasa sangat risih diperlakukan begitu.

Usai dengan kamar mandi mang Dodi menuntun juragannya berjalan kembali ke tempat tidur.

“Sudahlah juragan tidur saja, capek khan kemarin kerja....” diikatnya kedua kaki juragannya yang tetap bersepatu sejak pulang kemarin sore, ke setiap sisi tempat tidur lalu katanya

“saya ambilkan teh sekaligus mau lihat apakah mbok Minah sudah pulang belum......” beranjaklah mang Dodi meninggalkan juragan cantiknya terikat.Sesampai di dapur, mbok Minah rupanya baru selesai menjemur, dan tengah bersiap-siap mau pulang sambil berkata

“titip yoo...mang!”

“He eh” jawab mang Dodi sambil mengambil gelasnya dan membuat teh seolah akan di minum sendiri. Mang Dodi membuka kotak P3K, mengambil satu kapsul obat perangsang, membuka kapsul itu dan mencampurnya dengan gula ke dalam teh yang dia buat,

“Mang,... aku duluan yach...!” pamit mbok Minah.

“Iyo,... mangga...” sahut mang Dodi. Teh sudah siap, mang Dodi kembali mengecek pintu gerbang dan pintu samping yang tadi dilewati mbok Minah dan menguncinya.

“tinggal kita berdua juragan....” gumam mang DodiBergegas mang Dodi membuka kamar juragan yang dia kunci, masuklah dia membawa minuman.....

“Maaangg.... lepasin dong, saaakiiiitttt.....” keluh Mila menyambut tukang kebunnya.

Nanti yach,... juragan cantik minum dulu....” duduk di kasur di samping juragannya yang terikat, membangunkan tubuh juragan Mila yang pegal itu kemudian pelan pelan mulut Mila dijejali teh yang mengandung obat perangsang. Dasar memang haus Mila meneguk minuman teh pemberian tukang kebunnya hingga hampir habis, tanpa menaruh curiga sedikitpun dan beberapa menit kemudian Mila merasa tubuhnya nyaman, gairahnya muncul dalam keadaan terikat.....

“aaaahhhh....” desahnya tak berdaya.

“Ayo duduk juragan.....” perintah mang Dodi, dan Mila berhasil duduk dengan ditambahkan bantal-bantal yang mengganjal tubuhnya yang terikat.

“Ugh....” mata juragan Mila ditutup diikat denga kain hitam,

”mang Dodi, mau di apain aku....” tanya Mila dalam nada pasrah. Kemudian Mila merasakan ada sesuatu benda yang berusaha dimasukkan ke mulutnya. Oh, ternyata itu adalah Penis !!Mang Dodi menghendaki juragan Mila supaya mengoral penisnya. Seketika Mila menolak dan memberontak tapi tukang kebun itu terus memaksa dan penisnya terus dijejalkan ke mulut Mila. Dengan sangat terpaksa Mila turuti kemauan tukang kebunnya sambil mengulum penisnya, air mata berlinangan dari penutup mata yang di pakaikan di mata Mila. Sejenak bayang Mas Dandy muncul di benak Mila

“Oh Mas Dandy! Ampuni aku Maas, aku dipaksa....” jerit hati Mila ketika mulutnya sudah dipenuhi oleh penis tukang kebunnya.

Mila terpaksa terus mengulumnya mau muntah rasanya. Mila mengulum diujungnya saja, dan merasa jijik! bahkan terhina. Dia tukang kebunku, bukan suamiku. Tampaknya mang Dodi semakin nekad dan tidak puas kalau penisnya hanya di kulum di ujung saja maka dipegangnya kepala Mila kemudian ditancapkan dalam dalam penisnya masuk ke mulut Mila sampai rasanya menyentuh tenggorokan, Mila berulang kali tersedak dan mau muntah tapi tidak diperdulikan nya. Keluar suara mendesis-desis dari mulutnya tampaknya mang Dodi itu keenakan tapi tak keluar satu patah katapun dari mulutnya.

Semakin lama semakin kencang memaju mundurkan kepala Mila sampai suatu saat dibenamkan penisnya dalam dalam ke mulut Mila dan Mila rasakan semburan cairan sperma masuk dalam ke mulut Mila.

Mila mengadakan perlawanan, segera berusaha menarik mulutnya tapi mang Dodi itu justru semakin menekan kepala Mila. Penisnya terbenam lama dimulut Mila, spermanya berusaha di keluarkan Mila bersama air liurnya walaupun sebagian ada yang tertelan. Asin! Rasanya sangat jijik Mila dibuatnya karena sebagai juragan, Mila telah diperbudak oleh tukang kebunnya.

Ditariknya penis itu dari mulut Mila dia mengoles-oleskan ujung penisnya ke pipi Mila. Seketika pipinya berlepotan sisa-sisa sperma mang Dodi. Bau spermapun menyergap amis! seperti bau putih telur.

“Hoek....hoek....hoek.....!!” Mila ingin muntah rasanya. Bau amis sperma menusuk hidung Mila yang sesungguhnya menikmati derita ini akibat obat perangsang yang dicampurkan pada tehnya.Mila terkulai lemas di atas tempat tidur, tangannya yang terikat erat mulai terasa sakit sekali, pegal, kesemutan. Kedua lengan Mila terasa kaku dan mati rasa.

Beberapa menit kemudian Mila merasakan hujaman penis di miss Vnya.

“aaaaauuuuuuuwwwwwhhhhhh........... aaadduuuhhhh....!!! jerit Mila. Digoyang-goyangkannya tubuh Mila dan Mila merasakan perih dan nikmatnya proses masuk-keluar-masuk-keluar-masuk, lalu mang Dodi kembali menyemburkan spermanya namun Mila tidak merasakan semburan itu menyirami rahimnya, Milapun mengalami sesuatu yang tidak ingin dia alami, orgasme. Kemudian pasangan juragan dan tukang kebunnya, terkapar lemas setelah terkuras energinya.

“Maangg,...... lepasin dong ,...... saakkiiitt....!” Mila memohon belas kasihan tukang kebun yang telah memperkosanya lagi supaya dilepaskan dan tidak di apa-apakan lagi tapi permohonannya tidak mendapat tanggapan sama sekali, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mang Dodi. Setelah pikir-pikir memang sia-sia permintaan Mila, mana ada mungkin tukang kebun pemerkosaku melepaskan tali-tali yang sudah mengikatnya yach...!? Bahkan sebaliknya mulut Mila malah disumpal kain tapi cara menyumpal yang berbeda. Sekarang ini hanya kain yang dililitkan. menyumpal mulut Mila dan diikatkan cukup erat ke belakang lehernya. Tapi sumpalan itu sudah sangat cukup menghalangi kata-kata yang keluar dari mulut Mila. Selanjutnya tangan kasar mang Dodi meraba selangkangan Mila. Satu tangan mengelus daerah klitorisnya sementara satu tangan yang lain mengelus pangkal paha Mila. Seketika Mila menggelinjang gelinjang dan meronta-ronta, keluar suara suara tak beraturan dari mulut yang tersumpal. Mang Dodi membiarkan juragan Mila meronta-ronta dan tampaknya tak peduli kedua tangannya terus bergerilya di daerah kemaluan Mila yang sudah tidak memakai celana dalam. Tak sadar keluar lenguhan dari mulut Mila yang tersumpal dalam keadaan lelah, takut dan marah Milapun lelah untuk meronta-ronta hebat lagi. Sebaliknya Mila merasakan ada suatu kenikmatan tersendiri menjalar ke seluruh bagian tubuhnya bahkan Mila menggoyang-goyangkan miss Vnya. Tampaknya mang Dodi menangkap kalau juragannya mulai terangsang, selanjutnya di masukan tangannya ke selakangan dan klitoris Mila di pilinnya dengan lembut. Mila semakin menggelinjang hebat, antara geli dan nikmat. Lama sekali Mila tidak merasakan kenikmatan ini.

“Mhh....mmgghh.........mmmmmhhhhh..........mmmmppphhhhh.......”

“Juragan,.... mang Dodi capek. Mang Dodi istirahat dulu yach....” ujarnya sempoyongan meninggalkan juragannya yang lemas akibat berhubungan sex dan terikat tak berdaya,

“mmmmmhhhhh..........mmmmppphhhhh.......” jawab Mila dengan lemas.Kemudia mang Dodi beristirahat di kamar yang disiapkan untuk dia istirahat di sebelah dapur, meninggalkan juragannya yang sudah diperkosa dan masih terangsang dalam keadaan terikat. Mang Dodi ingat ia meninggalkan juragannya setelah digarapnya pada pukul 15.00 ketika dirinya sudah terlalu capek akibat berjaga malam dan mengikat juragan Mila yang cantik. Tertidur pulas Mang Dodi baru terbangun pukul 21.00, lalu dia menengok tawanannya juragan Mila yang cantik itu, terlihat masih tertidur pulas. Semalaman atau melebihi 24 jam sudah Mila terikat dan menjadi tawanan tukang kebunnya. Malam itu mang Dodi kembali berjaga-jaga di posnya setelah sebelumnya memasangkan dildo menancap di miss V juragannya. Sementara mang Dodi berjaga-jaga, juragan Mila tidak dapat tidur nyenyak akibat getaran kenikmatan yang terus di rasakan di miss Vnya. Dan Mila berulang kali orgasme dalam keadaan terikat.

*****

Pagi-pagi sekali mang Dodi mandi dan kembali ke kamar juragannya. mang Dodi ingin melepaskan ikatan yang mengikat juragannya Mila. Udara masih sejuk pagi itu ketika mang Dodi masuk rumah langsung menuju kamar di mana juragannya dia sekap. Diintipnya terlebih dahulu, dilihatnya Mila sudah bangun, terduduk dan tengah meronta ronta kecil,...

Mang Dodi masuk berniat melepaskan ikatan yang membelenggu juragannya yang cantik, dikuncinya kamar Mila lalu mang Dodi mendekat ke tubuh Mila yang terikat dan berhasil duduk.

“Juragan, tidak apa-apa khan,...” mulut Mila yang disumpal dilepaskan Sontak tangis meledak dalam kamar itu, Mila menangisi nasibnya yang diikat dan diperkosa oleh tukang kebunnya sendiri. Secara reflek guna meredam suara tangis Mila, mang Dodi memeluk dan mendekap juragan Mila sehingga suara tangisnya tidak terdengar lagi.Setelah khasiat obat perangsangnya hilang, hanya rasa sesal dan malu serta rasa bersalah yang menguasai tubuh Mila, maka meledaklah kembali tangisannya, lebih parah dari tangisannya ketika pertama kali diikat oleh tukang kebunnya.

“Maaf ya juragan,... khan juragan yang minta.........” bela mang Dodi lalu melepas pelukannya dan melepaskan simpul tali yang mengikat di kaki Mila yang terhubung ke ujung kaki tempat tidur sementara tangan Mila masih terikat.

“Kog kamu nekad sich mang,....24 jam lebih aku kamu ikat begini ” keluh Mila sambil menahan isaknya setelah lakban dan lap yang menyumbat mulutnya dilepas.

“Mang begitu karena juragan yang minta lho,... pokoknya kalau mang sampai dipecat sama juragan Dandy, photo dan video yang mang buat akan mang sebarkan, itu mang janji akan terjadi” kalimat bernada ancaman dikeluarkan mang Dodi. Mila terkejut dengan ancaman tukang kebunnya, memang niatnya melaporkan mang Dodi terbersit di benaknya ketika dia dibiarkan terikat bahkan mang Dodi sudah berani-beraninya menyuruh Mbok Minah pulang..., namun kata-kata mang Dodi menyurutkan niatnya.

“Nah juragan silahkan mandi, bersiap-siap, khan juragan Dandy mau pulang sore ini, Mang juga sekalian minta libur seperti biasa...” ujarnya setelah melepaskan tali yang mengikat tangan juragan Mila.

“Ya sudah, nanti jam 12 siang mang Dodi pulang saja dan mampir rumah mbok Minah, suruh masuk kerja” jawab Mila menahan kesal sambil mengelus-elus bilur bekas tali yang mengikat di pergelangan tangannya, Mila perlahan bangkit dari tempat tidurnya, melepaskan sepatunya yang dipakainya dua hari sejak dari kantor sampai sekarang setelah tali-tali yang mengikatnya terlepas.

Mila membereskan gulungan tali yang mengikatnya dengan rapih dan di masukkan ke tas dimana perlengkapan mas Dandy di simpan, tak lupa Mila mencuci ball gag dan kain yang sempat mengikat menyumpal mulutnya, lalu mengganti sprei dengan yang baru dan memasukkannya ke keranjang binatu untuk dibawanya cuci diluar. Kemudian Mila masuk kamar mandi, memanjakan tubuh sexynya dengan air hangat guna memulihkan pegal dan bilur-bilur yang terlihat jelas di pergelangan tangan dan kakinya. Milapun menelpon tukang binatu (laundry) langganannya untuk mengambil cuciannya dan memesan mbok Minah untuk memasak untuknya.

Mila terasa sangat lapar karena selama diikat oleh mang Dodi, dia tidak pernah di beri makan. Hari menjelang sore, ketika Mila menyambut mas Dandy pulang dari penerbangannya di sambutnya sang suami dengan peluk mesra dibumbui rasa bersalah Mila ketika mengecup bibir suaminya yang menyebut “nanti malam seragam ya Ma,...” suatu pertanda Mila akan diikat lagi malam ini, kali ini oleh masternya suami tercinta.

Hari-hari kepergian mas Dandy, membuahkan rasa tenang dan cemas yang bercampur, karena di sisi lain sesungguhnya kesetiaan Mila, membuat sesungguhnya ia bersedia diikat oleh mas Dandy, tetapi tubuhnya merindu dan merasakan sentuhan dan tali-tali karya Mang Dodi tukang kebunnya. Namun Mila menjaga hati, dan tetap tidak berpaling dari mas Dandy, kendati tubuhnya kini sedang terikat oleh ulah mang Dodi tukang kebunnya. 

==oo0oo==